Jumprit boleh dikatakan sebagai bagian dari sejarah
runtuhnya Majapahit. Karena dari catatan yang ada nama Jumprit sendiri
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari keberadaan salah satu penasehat Bre
Kertabumi ( Raja Majapahit yang terakhir ) yaitu Pangeran Singonegoro.
Alkisah waktu itu, Kerajaan Islam
Demak yang diperintah oleh Raden Patah terus melakukan perluasan daerah
termasuk ke dalam wilayah Kerajaan Majapahit. Ada yang tunduk dan ada yang
tidak tunduk terhadap kepemimpinan baru di bawah Raden Patah. Salah satunya
adalah Pangeran Singonegoro yang tidak tunduk, sehingga beliau akhirnya
mengasingkan diri ke dataran tinggi di daerah Tegalrejo Kecamatan Ngadirejo
Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Bersama dengan Pangeran Singonegoro waktu
itu adalah istrinya dan kedua pengawalnya yaitu Mahesa Aduk dan Endong Wulung
serta seekor kera putih yang bernama ki Dipo. Kemudian Pangeran Singonegoro
bertapa dan menyebarkan ajaran agama Hindu disekitar daerah Tegalrejo bersama
istrinya sampai dengan akhir hayatnya.
Setelah Pangeran Singonegoro meninggal sang kera putih ( Ki Dipo ) tetap
menjaga makam beserta keturunannya sampai sekarang. Sedangkan kedua pengawalnya
Mahesa Aduk dan Endong Wulung turun gunung dan akhirnya mendirikan Candi
Pringapus yang lokasinya tidak jauh dari makam Pangeran Singonegoro dan
bermukim disitu sampai akhir hayatnya. Sedangkan nama Jumprit sendiri berasal
dari salah seorang penduduk Kulon Progo. Cerita singkatnya adalah ketika itu Ki
Jumprit, salah seorang penduduk yang tinggal di tepi Kali Progo terkena
penyakit kulit yang parah dan tidak bisa disembuhkan. Karena sudah merasa tidak
ada yang bisa menyembuhkan penyakitnya maka Ki Jumprit berniat mengakhiri
penderitaannya dengan bunuh diri. Pada saat itulah datang wangsit yang
memerintahkan agar Ki Jumprit mandi di Sendang yang berdekatan dengan Makam
Pangeran Singonegoro.
Dan akhirnya setelah mandi di sendang tersebut, penyakit kulit yang
diderita sembuh dan selanjutnya Ki Jumprit menjadi juru kunci di tempat
tersebut sampai akhir hayatnya. Untuk menghormati keberadaan juru kunci
tersebut maka dinamakanlah sendang tersebut dengan nama Jumprit sampai
sekarang. Untuk menuju ke tempat ini tidaklah terlalu sulit, karena hanya
berjarak sekitar kurang lebih dua puluh enam kilometer dari Kota Temanggung
arah Ngadirejo. Jalan menuju tempat ini dari Temanggung juga terbilang bagus,
namun berkelok-kelok dan turun naik seperti pada umumnya kontur jalan
pegunungan. Karena sejarahnya tersebut banyak orang yang berkunjung kesini
untuk mendapatkan khasiat air sendang jumprit untuk menyembuhkan berbagai
penyakit. Namun diluar itu semua dengan segala kekurangannya tempat ini memang
layak dikunjungi untuk sekedar menikmati suasana khas pegunungan atau melepas
kepenatan selepas melakukan rutinitas sehari-hari. Selain itu di daerah Jumprit
ini terdapat kera yang menurut ceritanya kera tersebut adalah titisan Ki Dipo.
Jumprit merupakan salah satu mata
air yang digunakan sebagai air suci pada
upacar Tri suci Waisak yang dyakini memiliki khasiat terentu. Pada gapura
tempat menuju ke gua dan sumber mata air, merupakan arsitektur yang menunjukan
makam Nujum Majapahit. Menurut cerita masyarakat disana makam
tersebut adalah makam dari bagian kepala pangeran Singonegoro ,salah satu putra
dari Prabu Brawijaya yang meninggalkan istana Majapahit saat mulai
berkembangnya agama Islam di Pulau Jawa .Tubuhnya dimakamkan di Dukuh Liangan
desa Purbosari yang kini dikenal sebagai makam Kyai Kropak . Sedangkan bagian
kakinya dimakamkan di Dukuh Kramat desa
Tegalrejo dan dikenal sebagai makam Kyai Kramat .Di kawasan Jumprit ini
terdapat pula areal bumi perkemahan berupa rangkaian hutan pinus yang menambah
indahnya suasana . Di hutan pinus ini terdapat kera yang setiap kali dihitung
jumlahnya selalu sama yaitu 25.
Menurut
salah satu penuturan warga sekitar dahulu jumprit bernama Jum Pait yang artinya
ahli nujum Majapahit (Ki Dani Majapahit).
Katanya bahasa jawa kok pake bahasa indonesia
BalasHapusTolong di bahasa in jawa to, soale buat tugas bahasa jawa
BalasHapusMenambah wawasan tentang lingkungan daerah setempat (Temanggung)
BalasHapus