VERSI I
Keberadaan
daerah Magelang terbungkus oleh berbagai legenda. Salah satu dongeng yang hidup
dikalangan rakyat mengisahkan --sebagaimana dikisahkan M. Bambang Pranowo
(2002)-- bahwa pada zaman dahulu kala, ketika Pulau Jawa baru saja diciptakan
oleh Sang Maha Pencipta dalam bentuk tanah yang terapung-apung di lautan luas;
tanah tersebut senantiasa bergerak kesana kemari. Seorang dewa kemudian diutus
turun dari kahyangan untuk memaku tanah tersebut agar berhenti bergerak. Kepala
dari paku yang digunakan untuk memaku Pulau Jawa tersebut akhirnya menjadi
sebuah gunung yang kemudian dikenal sebagai Gunung Tidar. Gunung yang terletak
di pinggir selatan kota Magelang yang kebetulan berada tepat dibagian tengah
Pulau Jawa tersebut memang berbentuk kepala paku; karena itu gunung Tidar
dikenal luas sebagai “pakuning tanah jawa”.
Dongeng
lain yang tentunya diciptakan setelah masuknya Islam mengisahkan bahwa pada
zaman dahulu daerah ini merupakan kerajaan jin yang diperintah oleh dua
raksasa. Syekh Subakir, seorang penyebar agama Islam, datang ke daerah ini
untuk berdakwah. Tidak rela atas kedatangan Syekh tersebut terjadilah perkelahian
antara raja Jin melawan sang Syekh. Ternyata Raja Jin dapat dikalahkan oleh
Syekh Subakir. Raja Jin dan istrinya kemudian melarikan diri ke Laut Selatan
bergabung dengan Nyai Rara Kidul yang merajai laut Selatan. Sebelum lari Raja
Jin bersumpah akan kembali ke Gunung Tidar kecuali rakyat didaerah ini rela
menjadi pengikut Syekh Subakir.
Legenda
ini sangat melekat bagi masyarakat tradisional Jawa, tidak sekedar di Magelang,
tapi juga ke daerah-daerah lain di Jawa, bahkan sampai di Lampung dan mancanegara
(Suriname). Hal ini karena telah disebutkan dalam jangka Joyoboyo dan mengalir
secara tutur tinular menjadi kepercayaan masyarakat. Apalagi pemerintah kota
Magelang menjadikan Tidar sebagai simbol atau maskot daerah dengan menempatkan
gunung Tidar yang dilambangkan dengan gambar paku di dalam logo pemerintahan.
Di samping itu nama-nama tempat begitu banyak menggunakan nama Tidar, seperti
nama Rumah Sakit Umum Daerah, nama perguruan tinggi, nama terminal dll. Yang
semuanya menguatkan gunung Tidar menjadi legenda abadi.
VERSI II
Menurut
cerita yang ada bukit Tidar pada abad pertama di jaga oleh semar tanpa adanya
manusia lainnya. Saat itu Jawa masih belum berpenghuni kecuali mahluk halus.
Baru pada tahun 88 M, rombongan orang Keling menghuni bukit Tidar dan
sekitarnya setelah pemasangan tumbal di lima lokasi di Jawa salah satunya
di bukit Tidar.
Seiring dengan dengan
waktu bukit tidar mulai dihuni manusia walaupun sampai saat ini masih sangat
sulit diketemukan data-data tentang bukit Tidar pada jaman pra kerajaan
Mataram.
Baru pada babad alas Kedu Mataram
Baru, bukit Tidar kembali menorehkan cerita. diceritakan sejak Gunung
Merapi meletus tahun 1006, tanah Magelang banyak tertimbun tumpahan lahar yang
mengakibatkan banyaknya manusia yang mati dan menjadikan tanah Magelang
ditinggalkan banyak penghuninya yang selamat dalam bencana gunung
meletus. Kawasan alas Kedu sudah banyak dihuni manusia namun sering
menderita sakit karena diganggu oleh penunggunya yaitu Raja Jin bernama
Sepanjang.
Pada saat babad alas
terjadi pertempuran antara prajurit Mataram dengan para jin anak buah Jin
Sepanjang. Dari pertempuran itu banyak prajurit Mataram yang tewas.
Kyai Kramat, Nyai Bogem, Patih Mertoyudo dan Raden Krincing kalah dan
terbunuh. Nama-nama itu kemudian dijadikan nama desa dan kampung yang
masih ada sampai saat ini, yaitu Desa Kramat di ujung Utara kota, kampung
Bogeman, Mertoyudan di sebelah selatan kota Magelang dan Krincing berada di
Timur desa Kramat.
Panembahan Senopati yang
melihat banyaknya prajurit yang terbunuh kemudian memerintahkan supaya
Sepanjang dikepung, tidak dilawan satu-satu. Pengepungan dilakukan dengan
rapat sehingga tidak bisa lolos. Dalam bahasa Jawa pengepungan melingkar
seperti gelang (pengepungan di bukit Tidar) disebut Atengpung Temu gelang
(berubah jadi Magelang). Dalam pengepungan itu Sepanjang berubah menjadi
tombak.
Pada jaman kolonial
Belanda, Bukit Tidar tenggelam dari cerita. Belum ditemukan cerita yang
mengisahkan tentang bukit Tidar. Baru pada jaman Periode Perjuangan Fisik
(1945-1950) , Bukit Tidar dijadikan tonggak keberhasilan pemuda setempat untuk
mengukir kemenangan atas pen”duduk”an wilayah Magelang pada 25 September
1945. Berawal dari satu hari sebelumnya terjadi peristiwa penyobekan
plakat Merah Putih di Hotel Nitaka dan gagalnya kesepakatan, kemudian berlanjut
pada pagi harinya pelajar bersama-sama rakyat berduyun-duyun naik ke bukit
Tidar dan dilakukan upacara disertai pengibaran bendera Merah Putih di puncak
Bukit Tidar.
Saat ini di bukit Tidar
ada tiga makam yang dianggap sebagai tokoh awal Magelang. Jika kita naik
bukit Tidar melewati jalan bebatuan yang saat ini sudah tersedia dengan rapi,
pertama kali kita akan menjumpai makam She Bakir yang menurut juru kunci
merupakan tokoh yang menyebarkan Islam di tanah Magelang. Pada singgahan
kedua ada makam Sepanjang. Di dekat puncak bukit Tidar bisa kita
temukan makam Eyang Samsu (yang menurut juru kunci Eyang Samsu adalah orang
pertama yang menyebarkan agama Hindhu). Apakah yang dimaksud eyang Samsu
ini adalah Patih Amirul Samsu seperti yang diceritakan sebagai patih dari
Rum). Ada juga penyebutan nama She Ali Samsu Zein atau Maulana Ali Samsu
Zein.
Jarak
waktu yang bisa ditempuh dari bawah ke puncak bukit Tidar kurang lebih hanya 30
menit saja dengan kondisi berjalan santai. Jika kita lewat jalan sebelah
Timur lembah Tidar, kita bisa menjumpai dahulu juru kunci Bukit Tidar dan kalau
membawa motor/mobil bisa parkir di tempat parkir yang telah disediakan.
Sejak dahulu bukit tidar dijadikan petilasan dan banyak didatangi
masyarakat lokal dan dari luar Magelang baik untuk sekedar jalan-jalan/wisata
maupun wisata ziarah.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusAlur dari gunung tidar itu apa yh
BalasHapus