Rabu, 24 Juli 2013

LEGENDA GUNUNG TIDAR MAGELANG



VERSI I
            Keberadaan daerah Magelang terbungkus oleh berbagai legenda. Salah satu dongeng yang hidup dikalangan rakyat mengisahkan --sebagaimana dikisahkan M. Bambang Pranowo (2002)-- bahwa pada zaman dahulu kala, ketika Pulau Jawa baru saja diciptakan oleh Sang Maha Pencipta dalam bentuk tanah yang terapung-apung di lautan luas; tanah tersebut senantiasa bergerak kesana kemari. Seorang dewa kemudian diutus turun dari kahyangan untuk memaku tanah tersebut agar berhenti bergerak. Kepala dari paku yang digunakan untuk memaku Pulau Jawa tersebut akhirnya menjadi sebuah gunung yang kemudian dikenal sebagai Gunung Tidar. Gunung yang terletak di pinggir selatan kota Magelang yang kebetulan berada tepat dibagian tengah Pulau Jawa tersebut memang berbentuk kepala paku; karena itu gunung Tidar dikenal luas sebagai “pakuning tanah jawa”.

            Dongeng lain yang tentunya diciptakan setelah masuknya Islam mengisahkan bahwa pada zaman dahulu daerah ini merupakan kerajaan jin yang diperintah oleh dua raksasa. Syekh Subakir, seorang penyebar agama Islam, datang ke daerah ini untuk berdakwah. Tidak rela atas kedatangan Syekh tersebut terjadilah perkelahian antara raja Jin melawan sang Syekh. Ternyata Raja Jin dapat dikalahkan oleh Syekh Subakir. Raja Jin dan istrinya kemudian melarikan diri ke Laut Selatan bergabung dengan Nyai Rara Kidul yang merajai laut Selatan. Sebelum lari Raja Jin bersumpah akan kembali ke Gunung Tidar kecuali rakyat didaerah ini rela menjadi pengikut Syekh Subakir.
            Legenda ini sangat melekat bagi masyarakat tradisional Jawa, tidak sekedar di Magelang, tapi juga ke daerah-daerah lain di Jawa, bahkan sampai di Lampung dan mancanegara (Suriname). Hal ini karena telah disebutkan dalam jangka Joyoboyo dan mengalir secara tutur tinular menjadi kepercayaan masyarakat. Apalagi pemerintah kota Magelang menjadikan Tidar sebagai simbol atau maskot daerah dengan menempatkan gunung Tidar yang dilambangkan dengan gambar paku di dalam logo pemerintahan. Di samping itu nama-nama tempat begitu banyak menggunakan nama Tidar, seperti nama Rumah Sakit Umum Daerah, nama perguruan tinggi, nama terminal dll. Yang semuanya menguatkan gunung Tidar menjadi legenda abadi.
VERSI II     
            Menurut cerita yang ada bukit Tidar pada abad pertama di jaga oleh semar tanpa adanya manusia lainnya. Saat itu Jawa masih belum berpenghuni kecuali mahluk halus.   Baru pada tahun 88 M, rombongan orang Keling menghuni bukit Tidar dan sekitarnya  setelah pemasangan tumbal di lima lokasi di Jawa salah satunya di bukit Tidar.
            Seiring dengan dengan waktu bukit tidar mulai dihuni manusia walaupun sampai saat ini masih sangat sulit diketemukan data-data tentang bukit Tidar pada jaman pra kerajaan Mataram.
            Baru pada babad alas Kedu Mataram Baru, bukit Tidar kembali menorehkan cerita.  diceritakan sejak Gunung Merapi meletus tahun 1006, tanah Magelang banyak tertimbun tumpahan lahar yang mengakibatkan banyaknya manusia yang mati dan menjadikan tanah Magelang ditinggalkan banyak penghuninya yang selamat dalam bencana gunung meletus.  Kawasan alas Kedu sudah banyak dihuni manusia namun sering menderita sakit karena diganggu oleh penunggunya yaitu Raja Jin bernama Sepanjang.
            Pada saat babad alas terjadi pertempuran antara prajurit Mataram dengan para jin anak buah Jin Sepanjang.  Dari pertempuran itu banyak prajurit Mataram yang tewas.  Kyai Kramat, Nyai Bogem, Patih Mertoyudo dan  Raden Krincing kalah dan terbunuh.  Nama-nama itu kemudian dijadikan nama desa dan kampung yang masih ada sampai saat ini, yaitu Desa Kramat di ujung Utara kota, kampung Bogeman, Mertoyudan di sebelah selatan kota Magelang dan Krincing berada di Timur desa Kramat.
            Panembahan Senopati yang melihat banyaknya prajurit yang terbunuh kemudian memerintahkan supaya Sepanjang dikepung, tidak dilawan satu-satu.  Pengepungan dilakukan dengan rapat sehingga tidak bisa lolos.  Dalam bahasa Jawa pengepungan melingkar seperti gelang (pengepungan di bukit Tidar) disebut Atengpung Temu gelang (berubah jadi Magelang).  Dalam pengepungan itu Sepanjang berubah menjadi tombak.
            Pada jaman kolonial Belanda, Bukit Tidar tenggelam dari cerita.  Belum ditemukan cerita yang mengisahkan tentang bukit Tidar.  Baru pada jaman Periode Perjuangan Fisik (1945-1950) , Bukit Tidar dijadikan tonggak keberhasilan pemuda setempat untuk mengukir kemenangan atas pen”duduk”an wilayah Magelang pada 25 September 1945.  Berawal dari satu hari sebelumnya terjadi peristiwa penyobekan plakat Merah Putih di Hotel Nitaka dan gagalnya kesepakatan, kemudian berlanjut pada pagi harinya pelajar bersama-sama rakyat berduyun-duyun naik ke bukit Tidar dan dilakukan upacara disertai pengibaran bendera Merah Putih di puncak Bukit Tidar.
            Saat ini di bukit Tidar ada tiga makam yang dianggap sebagai tokoh awal Magelang.  Jika kita naik bukit Tidar melewati jalan bebatuan yang saat ini sudah tersedia dengan rapi, pertama kali kita akan menjumpai makam She Bakir yang menurut juru kunci merupakan tokoh yang menyebarkan Islam di tanah Magelang.  Pada singgahan kedua ada makam  Sepanjang.  Di dekat puncak bukit Tidar bisa kita temukan makam Eyang Samsu (yang menurut juru kunci Eyang Samsu adalah orang pertama yang menyebarkan agama Hindhu).  Apakah yang dimaksud eyang Samsu ini adalah Patih Amirul Samsu seperti yang diceritakan sebagai patih dari Rum).  Ada juga penyebutan nama She Ali Samsu Zein atau Maulana Ali Samsu Zein.
            Jarak waktu yang bisa ditempuh dari bawah ke puncak bukit Tidar kurang lebih hanya 30 menit saja dengan kondisi berjalan santai.  Jika kita lewat jalan sebelah Timur lembah Tidar, kita bisa menjumpai dahulu juru kunci Bukit Tidar dan kalau membawa motor/mobil bisa parkir di tempat parkir yang telah disediakan.  Sejak dahulu  bukit tidar dijadikan petilasan dan banyak didatangi masyarakat lokal dan dari luar Magelang baik untuk sekedar jalan-jalan/wisata maupun wisata ziarah.

2 komentar: