Kamis, 25 Juli 2013

SUMUR BLANDUNG


I.          Asal Mula Sumur Blandung
Sumur Blandung dibuat pada zaman Hindu-Budha, kerajaan Majapahit pada abad 13-14. Sumur Blandung memang sengaja dibuat oleh penduduk sekitar untuk diambil beberapa manfaatnya.
Mula-mula berawal pada suatu hari ada seorang petani yang bernama Pak Pahing, dia mempunyai anak yang bernama Kliwon. Waktu itu Kliwon diberi tugas oleh ayahnya untuk menggembala kambing di padang rumput, namun Kliwon tidak melaksanakan tugasnya. Dia meninggalkan kambingnya dan pergi menonton “tontonan”. Mengetahui hal itu, Pak Pahing sangat mara, dia langsung membawa kambingnya pulang. Sesampainya di rumah, Kliwon dimarahi habis-habisan oleh ayahnya, tetapi Kliwon tidak menghiraukannya. Ayahnya semakin marah kemudian mengambil sambilah dan dipukulkan ke kepala Kliwon. Kliwon diusir dari rumahnya. Dia pergi dari rumah kea rah utara, timur sampe daerah perbatasan Gunung Lawu.

TERJADINYA DESA PANDAWA


            Pandawa adalah suatu desa yang terletak di kacamatan Kranggan, Kabupaten Teamnggung. Pendowo berada pada ketinggian 550 m dpl dan berjarak 1,6 km dari ibukota kecamatan Kranggan; 6,2 km dari ibukota kabupaten. Pendowo mencakup daerah seluas 576 ha yang terbagi dalam lahan sawah seluas 179 ha dan lahan bukan sawah 397 ha. Lahan bukan sawah dipergunakan untuk bangunan/pekarangan, ladang/tegalan/huma, perkebunan rakyat dan lainnya. Desa Pendowo memiliki 12 dusun yang terdiri dari 17 rukun warga (RW) dan 44 rukun tetangga (RT). Desa yang memiliki 883 rumah tangga ini berpenduduk 1.156 jiwa, terdiri dari 1.778 jiwa laki-laki dan 1.919 jiwa perempuan.

SEJARAH GEREJA PAROKI SANTO PETRUS DAN PAULUS



            Sejarah berdirinya Gereja Katolik di Temanggung dimulai dari seorang guru pribumi Jawa, Darus Sastrowiyoto, yang tertarik dengan agama Katolik, dan dididik oleh para suster Mendut. Dari tahun 1909 sampai dengan tahun 1914, Ia mengajar di Holland Inlansche School yang adalah sekolah tingkat dasar untuk anak-anak pribumi milik pemerintah Belanda. Ia dibaptis dengan nama Christoforus dan isterinya Caecilia.
            Karena tugasnya sebagai guru pemerintah Belanda, maka ia harus berpindah tempat mengajar; dari Mendut pindah ke Parakan kemudian pindah lagi ke Tembarak, dan akhirnya bertugas di Temanggung. Seperti orang Katolik pada umumnya, ia telah menerima Sakramen Baptis, Sakramen Tobat, Sakramen Mahakudus dan Sakramen Pengurapan Orang Sakit oleh Romo yang didatangkan dari Magelang ke Temanggung. Darus Sastrowiyoto meninggal tahun 1928 dan dimakamkan di Pengampon wilayah Jampirejo Temanggung.

TERJADINYA SALURAN IRIGASI BALADEWA



            Saluran irigasi baladewa teletak di desa kalimanggis, kabupaten Temanggung. Pada zaman dahulu di suatu daerah belum ada penduduknya, kemudian ada beberapa orang yang berkelana yang kemudian saling bertemu dan saling berembuk untuk membuat saluran air untuk pengairan persawahan. Orang-orang itu adalah: Ki Sutoreko, Ki Canangga, Ki grendi Yoso, Ki Gayong, Nyai Giyuk
            Mereka saling berembuk untuk membuat saluran air. Saluran air ini diawali dari desa Candi Garon, kecamatan Sumowono (sekarang). Setelah mereka saling bersepakat, mereka memulai pekerjaan pembuatan saluran ini. Mereka mengawali pekerjaanya dengan membuat saluran sepanjang kurang lebih 6 KM dari desa Semanding sampai desa Kalimanggis. Pada awalnya mereka mencari patok-patok dari bambu untuk damnya kemudian dibuat salurannya dari lereng-lereng tebing.

CURUG SURODIPO (CURUG TROCOH)


            Curug Trocoh dikenal pula dengan nama Curug Surodipo, untuk menghormati perjuangan Surodipo, pengikut setia Pangeran Diponegoro. Ia pernah dipercaya sebagai panglima perang saat melawan tentara belanda (1825-1830). Di Desa Tawangsari, Kecamatan Wonoboyo, inilah Surodipo membangun benteng pertahanannya. Di tempat ini pula, Pangeran Diponegoro mengumpulkan para panglima perang dan pengikutnya, untuk menyusun siasat perang gerilya yang sangat melegenda itu. Curug Trocoh terletak di Desa Tawangsari, Kecamatan Wonoboyo, sekitar 28 km dari arah barat laut Kota Temanggung. Istilah Trocoh, dalam bahasa jawa, berarti selalu mengeluarkan air. Air di Curug ini memang tak pernah surut, termasuk saat kemarau panjang. Tetapi ketika terjadi penjarahan hutan besar-besaran di awal reformasi, ekosistem di kawasan ini sdikit terganggu.

MISTERI DESA GUNTUR



            Di desa Guntur kecamatan Temanggung. Ada suatu tempat yang di anggap misteri dan keramat oleh orang-orang di sekitar daerah tersebut. Tempat itu berupa lahan perkebunan yang lebat dengan suasana yang sepi dan menyeramkan. Tempat ini sangat jarang dilewati oleh warga karena mereka beranggapan tempat ini berpenunggu. Orang-orang di daerah Guntur ini tidaka ada yang berani untuk memngolah lahan tersebut. Setiap orang yang mengolah lahan tersebut selalu saja jatuh sakit. Banyak orang yang setelah mengolah lahan tersebut menjadi sakit.

MISTERI POHON TANEN



           Misteri pohon tanen ini terjadi di desa Jlamprang, kecamatan Bansari, Kabupaten Temanggung.
            Konon menurut ceritanya. Dahulu desa ini adalah sebuah hutan yang sangat lebat.  Kemudian atas inisiatif dari Kyai Rono Wijaya hutan ini dijadikan sebuah desa. Yang kemudian nama Kyai Rono Wijaya ini dijadikan tonggak sejarah dari desa Jlamprang ini. Lama kelamaan desa ini semakin banyak penduduknya. Pada umumnya masyarakat di daerah ini, memenuhi kebutuhan hidupnya dengan bercocok tanam (petani).

JUMPRIT

           Jumprit boleh dikatakan sebagai bagian dari sejarah runtuhnya Majapahit. Karena dari catatan yang ada nama Jumprit sendiri merupakan bagian yang tak terpisahkan dari keberadaan salah satu penasehat Bre Kertabumi ( Raja Majapahit yang terakhir ) yaitu Pangeran Singonegoro.
            Alkisah waktu itu, Kerajaan Islam Demak yang diperintah oleh Raden Patah terus melakukan perluasan daerah termasuk ke dalam wilayah Kerajaan Majapahit. Ada yang tunduk dan ada yang tidak tunduk terhadap kepemimpinan baru di bawah Raden Patah. Salah satunya adalah Pangeran Singonegoro yang tidak tunduk, sehingga beliau akhirnya mengasingkan diri ke dataran tinggi di daerah Tegalrejo Kecamatan Ngadirejo

GUNUNG BESER


           Gunung beser teletak di daerah kecamatan Jumo, kabupaten Temanggung. Jumo.Gunung ini bukanlah gunung yang megah besar berdiri dan gunung ini memang tidaklah telalu tinggi. Di atas puncak gunung ini terdapat makam beberapa leluhur dari daerah setempat ini.  Orang –orang disekitar desa ini juga sering kali menganggap tempat ini keramat. Dan terkadang di atas puncak gunung ini sering kali diadakan upacara pemujaan baik untuk mencari kesugihan, kekebalan tubuh dan lain sebagainya.

DESA TEPENG



            Legenda ini terjadi di sebuah kecamatan yang ada di Temanggung, yaitu kecamatan Bansari. Bansari merupakan sebuah kecamatan baru yang ada di wilayah kabupaten Temanggung, dulu Bansari merupakan sebuah desa yang masuk dalam wilayah kecamatan Ngadirejo dan kecamatan Parakan. Dahulu di desa ini ada sebuah desa yang disebut dengan desa Tepeng. Desa Tepeng merupakan desa yang sangat kecil. Penduduk desa ini hanya terdiri dari 16 rumah saja. Namun, sekarang keberadaan desa ini tidak ada.
            Konon menurut ceritanya adalah sebagai berikut:
            Pada jaman dahulu di desa ini ada seorang sesepuh. Orang ini dipercaya sebagai orang yang mengerti keadaan desa Tepeng. Pada suatu hari sesepuh ini bermimpi didatangi seekor ikan. Ikan yang mendatangi sesepuh ini bukanlah seekor ikan biasa. Namun, ikan ini ukurannya sangat besar sekali/ikan raksasa. Ukurannya badan ikan ini kira-kira sama dengan ukuran sebuah eblek. Eblek adalah tutup genthong (wadah untuk

MONUMEN BAMBANG SUGENG



           
 Bambang Sugeng merupakan salah satui phlawan Nasional yang berani mempertaruhkan nyawanya bagi nusa dan bangsa terutama bagi daerah Temanggung.
            Bambang Sugeng lahir di Tegalrejo Magelang tanggal 31 Oktober 1913. Bambang Sugeng semasa hidupnya pernah menjadi Mayor Jenderal Purnawirawan TNI Angkatan Darat N.R.P. 10001. Selain itu Bambang Sugeng juga pernah menjabat Kasad Duta Besar R.I untuk negara Roma Vatikan, Jepang serta Brazillia.
            Bambang Sugeng juga memiliki beberpa bintang jasa antara lain Bintang Dharma, Bintang Katika Eka Paksi Klas I, Bintang Gerilya, Bintang Sewindu Stya lencana Kemerdekaan I&II, Satya Lencana G.O.M I&IV, Satya Lencana Kesetiyaan XVI, dan Satya Lencana Penegak.

ANGLINGDARMO



Cerita ini terjadi di desa Gedong Sari, Bojonegara, kecamatan Jumo, Kabupaten Temanggung.
            Di desa tersebut terdapat sepetak tanah sempit, yang konon ceritanya tanah itu dipercaya masyarakat sekitar sebagai kraton Angling Darmo yang disebut dengan nama “MALAWAPATI”. tetapi masyarakat sekitar menyebutnya dengan istilah “Batok Bolu Isi Madu”. Kraton Angling Darmo ini memang secara kasat mata tidak dapat di lihat. Mungkin kalau kita berkunjung ke tempat ini yang dapat dilihat hanyalah sebuah pohon beringin yang sangat rindang yang dilingkari oleh tanaman pagar dan dipagari dengan bambu. Menurut orang pintar, kraton tersebut sudah meluas sampai wilayah Parakan dan sekitarnya.

WATU GIONG



            Watu Giong ini telertak di sekitar Gunung Sindoro. Tepatnya di puncak gunung Sindoro.
            Konon menurut ceritanya, batu ini di anggap sebagai pakunya Gunung Sindoro yang menahan gunung Sindoro.  Dari keterangan yang diperoleh, konon katanya orang yang meletakkan batu ini adalah seorang wali yang berasal dari Demak. Orang-orang di sekitar Sindoro percaya bahwa jika suatu saat gunung Sindoro meletus maka batu ini akan terpental kembali ke tempat asalnya yaitu di Demak. Kepercayaan ini masih dipercaya sampai saat ini oleh masyarakat sekitar gunung Sindoro.

MONUMEN BAMBU RUNCING



            Beberapa ratus tahun yang lalu ada bangunan pepunden dari desa Jampiroso, yang digunakan sebagai tempat makam. Ini merupakan makam dari Kyai Bubak beserta istrinya yang sekarang dimakamkan di daerah Dongkelan Utara (sebelah monumen Bambu Runcing). Selain Kyai Bubak, makam ini juga ditempati oleh Mbah Sekatan beserta istrinya. Konon kata orang-orang yang berada di sekitar makam, makam ini keramat, jika seseorang lewat makam tersebut dengan mengendarai kuda, maka orang tersebut harus turun dan mengandeng kuda tersebut.
            Di sekitar makam ini juga terdapat pohon beringin yang sangat besar. Pohon beringin ini juga dianggap keramat. Tetapi pohon beringin yang sangat besar ini kemudian di tebangi karena menganggu lingkungan sekitar. Tetapi karena keramat dan berbahaya, tidak ada satupun warga di daerah sekitar yang mau menebangnya.

AYAM CEMANI



     
Penampilannya serba hitam: mulai dari paruh, bulu, kaki, taji, hingga cenggernya berwarna hitam. Bahkan, kalau dipotong, dagingnya juga hitam. Begitu juga dengan tulang belulangnya. Itulah ayam cemani, salah satu variasi paling sensasional keturunan dari kerabat ayam kedu -salah satu galur ayam lokal, bukan ras (buras) -yang banyak dicari orang. Ayam hitam yang juga dijuluki dengan ayam kedu itu sering digunakan untuk hal-hal yang sifatnya magis dalam upacara ritual. Misalnya untuk upacara pelarungan, ruwatan, serta pembangunan pabrik, jembatan, atau gedung-gedung bertingkat. Tak cuma itu. Ayam cemani juga sering dijadikan syarat untuk penyembuhan orang sakit. "Yaitu untuk yang sakit aneh atau sakit dalam. Kadang untuk syarat pengobatan bagi orang yang sakit akibat disantet,"

TERJADINYA DESA KANDANGAN



            Pada tahun 1985 Pangeran Diponegoro menentang penjajahan Belanda. Pertempuran ini menewaskan delapan ribu orang Eropa dan tujuhribu penduduk pribumi. Dalam peperangan ini Belanda mengeluarkan biaya hingga 20.000.000 gulden . Peperangan ini bermula dari perbuatan semena –mena Residen Belanda dan Patih Danurejo di Yogyakarta . Tanpa berunding dan memberitahu lebih dahulu kepada Pangeran Diponegoro ,Patih Danurejo telah memerintahkan membuat jalan melintasi pekarangan rumah pangeran Diponegoro dengan menancapkan tiang-tiang pancang. Karena hal inilah pangean Diponegoro tersinggung dan menyalah api peperangan Tegalrejo yang menjadi tempat penancapan tiang-tiang pancang untuk jalan “Jogalan”, masyarakatnya merasa dirugikan karena banyak tanah miliknya yang harus dielakan tanpa ganti rugi.

ASAL-USUL TEMANGGUNG



                Sejarah Temanggung selalu dikaitkan dengan Raja Mataram Kuno yang bernama Rakai Pikatan. Nama Pikatan sendiri dipakai untuk menyebutkan suatu wilayah yang berada pada sumber mata air di Desa Mudal Kecamatan Temanggung. Di sini terdapat peninggalan berupa reruntuhan batu-bebatuan kuno yang diyakini petilasan raja Rakai Pikatan. Sejarah Temanggung mulai tercatat pada Prasasti Wanua Tengah III Tahun 908 Masehi yang ditemukan penduduk dusun Dunglo Desa Gandulan Kecamatan Kaloran Temanggung pada bulan November 1983. Prasasti itu menggambarkan bahwa Temanggung semula berupa wilayah kademangan yang gemah ripah loh jinawi dimana salah satu wilayahnya yaitu Pikatan.

LAGENDA CANDI BOROBUDUR



            Kisahnya berlatar belakang kehidupan masyarakat di Bukit Menoreh yang damai penuh kerukunan, hingga datanglah Gunadharma yang santun dan bijak. Kehidupan di Bukit Menoreh menjadi berbeda dengan munculnya sinar keemasan yang dibayangi gambaran Budha yang sedang duduk bersemadi.
            Gunadharma kemudian berangkat menuju kerajaan untuk menghadap raja. Di perjalanan, tanpa sengaja mereka melewati taman yang di dalamnya sedang duduk Dewi Pramudya Wardhani dari Dinasti Syailendra. Tanpa sengaja beradu pandang, keduanya lantas jatuh cinta. Raja Syailendra yang hadir di tengah suasana romantis tersebut, kemudian mendengarkan kisah Gunadharma tentang Bukit Menoreh yang akan menjadi salah satu tempat bersejarah dan lambang keemasan kerajaan. Atas perintah raja, Gunadharma ditugasi untuk memimpin pembuatan Candi Borobudur di atas pundhen berundak.

KAMPUNG LOSMENAN

             Pada jaman pemerintahan Belanda, Magelang berkembang pesat. Oleh karena banyak orang yang datang, berlalulalang di Magelang, berjual beli baik itu dari wilayah Magelang sendiri atau dari luar kota. Tidak jarang yang datang adalah orang Belanda,

KAMPUNG KERKOPAN


            Kampung kerkopan merupakan bangunan yang digunakan untuk makam orang-orang Belanda. Belanda pada tahun 1813 datang ke magelang sebagai penjajah, apalagi pada waktu itu magelang dipilih sebagai ibu kota karesidenan Kedu.

MASJID, KADIPATEN DAN KAMPUNG KAUMAN

         Kampung ini dibangun tahun 1810 pada saat pemerintahan Inggris. Kebondalem sendiri adalah pusat dari pemerintahan Inggris jaman dahulu. Pada saat itu Inggris menguasai  Magelang dan melanjutkan pemerintahan menggantikan pemerintah lokal (sebelumnya Magelang masuk Mataram baru).  Inggris menggunakan salah satu lokasi Kebondalem sebagai awal  kota dengan membangun Masjid dan Kadipaten di sekitar

Rabu, 24 Juli 2013

KYAI LANGGENG



            Kyai Langgeng merupakan salah satu seorang pejuang kemerdekaan. Pada saat Pangeran Diponegoro melawan penjajah Belanda di wilayah tanah jawa khususnya di wilayah Magelang, Kyai Langgeng sebagai seorang paneeahat dan seorang ulam atau kyai. Kyai Langgeng merupakan penasehat seperjuangan dengan Ali Basa Sentot dan Kyai Mojo.
            Beliau membaktikan diri seumur hidupnya kepada Pangeran Diponegoro. Sampai akhir hayatnya beliau bertempat tinggal di Magelang. Setelah wafat, beliau dimakamkan di Magelang. Yang sekarang makam itu berada di tengah-tengah taman Kyai langgeng.Taman Kyai langgeng diambil dari nama Kyai Langgeng ini sendiri. Kyai Langgeng wafat pada tahun 1829.

CANDI MENDUT

            Candi Mendut merupakan candi yang terletak paling timur dari garis lurus tiga serangkai candi (Borobudur, Pawon, Mendut). Candi ini didirikan oleh dinasti Syailendra pada masa pemerintahan Raja Indra dan berlatar berlakang agama Budha, dimana hal ini ditunjukkan dengan adanya bentuk stupa sebanyak 48 buah pada bagian atasnya.Tidak diketahui secara pasti kapan candi ini didirikan. Namun seorang arkeologi Belanda J.G. de Casparis, menyebutkan bahwa didalam prasasti yang ditemukan didesa karangtengah bertarikh 824M dikemukakan bahwa raja Indra telah membangun bangunan suci bernama venunava yang artinya adalah hutan bambu. Jika hal ini benar maka bisa dipastikan Candi Mendut didirikan pada abad ke 8 Masehi.
            Bahan bangunan candi sebenarnya adalah batu bata yang ditutupi dengan batu alam. Bangunan ini terletak pada sebuah basement yang tinggi, sehingga tampak lebih anggun dan kokoh. Tangga naik dan pintu masuk menghadap ke barat-daya. Di atas basement terdapat lorong yang mengelilingi tubuh candi. Atapnya bertingkat tiga dan dihiasi dengan stupa-stupa kecil. Jumlah stupa-stupa kecil yang terpasang sekarang adalah 48 buah. Tinggi bangunan adalah 26,4 meter.

GUNUNG NGANDONG



            Gunung Ngandong berada di Magelang. Tepatnya berada di kecamatan Grabag, kabupaten Magelang. Konon ceritanya Asal mula Desa Ngandong ini di ambil dari kisah hidup Sunan Geseng.
            Sunan Geseng lahir di Purworejo. Nama aslinya adalah Ki Yusuf Cakra Jaya. Ki Yusuf Cakra Jaya merupakan seorang yang beragama budha. Ki Yusuf Cakra Jaya berprofesi sebagai seorang yang membuat gula merah. Pekerjaannya sehari-hari adalah mangambil getah pohon aren atau istilah jawanya adalah nderes.
            Pada saat Ki Yusuf Cakra Jaya nderes dilahannya, Sunan Kalijaga melewati lahannya. Sunan Kalijaga mengajarkan Ki Yusuf Cakra Jaya jika nderes sambil ngura-ura/klenengan atau nembang/nyanyi. Selain diajari nembang, Sunan Kalijaga memberikan jimat kepada Ki Yusuf Cakra Jaya yaitu jimat Kalimasada.

LEGENDA GUNUNG TIDAR MAGELANG



VERSI I
            Keberadaan daerah Magelang terbungkus oleh berbagai legenda. Salah satu dongeng yang hidup dikalangan rakyat mengisahkan --sebagaimana dikisahkan M. Bambang Pranowo (2002)-- bahwa pada zaman dahulu kala, ketika Pulau Jawa baru saja diciptakan oleh Sang Maha Pencipta dalam bentuk tanah yang terapung-apung di lautan luas; tanah tersebut senantiasa bergerak kesana kemari. Seorang dewa kemudian diutus turun dari kahyangan untuk memaku tanah tersebut agar berhenti bergerak. Kepala dari paku yang digunakan untuk memaku Pulau Jawa tersebut akhirnya menjadi sebuah gunung yang kemudian dikenal sebagai Gunung Tidar. Gunung yang terletak di pinggir selatan kota Magelang yang kebetulan berada tepat dibagian tengah Pulau Jawa tersebut memang berbentuk kepala paku; karena itu gunung Tidar dikenal luas sebagai “pakuning tanah jawa”.

PRASASTI POH



            Prasasti Poh dan Prasasti Mantyasih terletak di sebelah Timur Sungai Progo, kota Magelang.  Prasasti Poh terletak di kampung Dumpoh, tepatnya berada di tengah makam kampung Dumpoh, yang mana dalam makam ini terdapat makam Eyang Kedu. 

KAMPUNG KWARASAN



            Pada tahun 1937 ada seorang keturunan Belanda yang bernama Thomas Karsten, ia merencanakan suatu wilayah/pemukiman yang sehat bagi penduduk pendatang yang berasal dari Belanda.  Oleh karena perkampungan ini diorientasikan pada perkampungan yang sehat maka disebut dengan kampung Kwarasan. Kwarasan berasal dari kata waras yang berarti sehat. Kwarasan ini terletak di sebelah selatan kantor Kedu, tepatnya di desa Boyeman.

PRASASTI MANTYASIH



           

            Prasasti Mantyasih terletak di Meteseh, sebelah Barat Karesidenan Kedu.  Lokasi ditemukannya prasasti diletakkan batu sebagai replikanya. Prasasti Mantyasih, 907 M, menceritakan bahwa Kota Magelang mengawali sejarah sebagai desa perdikan “Mantyasih” yang berarti beriman dalam cinta kasih dan di tempat itu terdapat lumpang batu yang diyakini masyarakat sebagai tempat upacara penetapan Sima atau perdikan (Dinas Pariwisata Magelang, 2000).

DESA CANDIREJO




Desa Candirejo yang punya 15 dusun ini berada di Perbukitan Menoreh, perbukitan yang menyimpan banyak kisah. Dulu, Candirejo adalah jalur gerilya Pangeran Diponegoro. Perbukitan Menoreh dianggap ideal sebagai tempat mengintai Belanda karena dari sini bisa melepas pandang ke tempat yang luas, selain medannya curam, berbatu-batu, dan mudah longsor.  Salah satu legenda yang masih hidup di Candirejo adalah tentang kera abu-abu berekor panjang yang hidup di sini. Mereka dipercaya sebagai keturunan Hanoman. Hingga sepuluh tahun lalu, kera abu-abu itu masih banyak di Candirejo, bergelantungan di setiap pohon. Tapi sekarang tinggal sedikit. Tak ada yang tahu apa sebabnya.
Tidak semua orang dapat bertemu dengan kera-kera itu karena munculnya memang tiba-tiba. Tahu-tahu saja tebing ini sudah penuh kera. Menghilangnya juga begitu tiba-tiba.
Sebagai bukti bahwa kera abu-abu itu bukan kera biasa, pernah suatu masa, kera sedang banyak-banyaknya hingga merusak kebun. TNI sampai turun tangan hendak membasmi mereka menggunakan senapan. Ajaib, kabut mendadak turun, menutup pandangan para tentara. Selamatlah para kera.
Watu Kendil adalah batu berbentuk kendil (belanga tanah liat) sebesar rumah yang menempel kokoh di tubir jurang. Padahal bagian yang menempel di tanah diameternya tak lebih dari tiga meter, tapi dia tetap aman tak begerak, bahkan ketika gempa melanda Yogyakarta, tiga tahun lalu. 

ASAL-USUL MAGELANG, DESA KERAMAT, DESA BOGEMAN, DESA MERTOYUDAN, DESA KERINCING, DESA SANTAN dan DESA SEPANJANG.



Latar belakang cerita:
            Dahulu kala Kerajaan Pajang dengan rajanya bernama Sultan Hadiwijaya. Sedang Kadipaten Jipang dipimpin olah Arya Penangsang. Kedua tokoh tersebut saling berselisih. Arya Penangsang dikenal sebagai orang yang sombong, karena keampuhannya.
            Perselisihan kedua tokoh tersebut mengakibatkan perang sehingga banyak korban berjatuhan dari kedua daerah. Saat pertempuran itu terjadi, Hadiwijaya memberi kepercayaan kepada Danang Sutawijaya sebagai panglima perang. Danang Sutawijaya adalah anak angkat Sultan Hadiwijaya. Danang sebagai senopati perang didampingi oleh Ki Gede Pemanahan. Dengan semangat yang tinggi dan bekal senjata tombak Kyai Pleret, mereka berdua pergi melaksanakan perintah Sultan Hadiwijaya ke medan perang. Mereka beserta rombongan agar selamat dalam medan perang, dianjurkan tidak melalui sungai atau menyeberangi sungai. Karena kelemahan mereka terdapat pada air atau sungai, yang dapat mengakibatkan kekalahan.

BEDUG KYAI BAGELEN DI MASJID JAMI’



 

 Di sebelah barat alun-alun besar Kabupaten Purworejo, suatu ketika berdirilah masjid besar dan agung yang merupakan kebanggaan seluruh umat Islam Purworejo hingga kini. Masjid yang diberi nama Masjid Agung Kabupaten Purworejo ini menempati tanah wakaf seluas kurang lebih 70 x 80 m2 dengan ukuran 21 x 22 m2 ditambah gandok berukuran ± 10 x 21 m2. Menurut sejarah, setelah berakhirnya Perang Diponegoro (1825 – 1830), Pemerintah Hindia Belanda merasa perlu mengangkat pemimpin dari kalangan pribumi untuk memerintah wilayah Tanah Bagelen (Purworejo sekarang). Sebagai Bupati kemudian diangkat Kangjeng Raden Tumenggung Cokronegoro I dan jabatan pepatih (pembantu Bupati) dipercayakan kepada Raden Cokrojoyo. Pada masa pemerintahan Bupati Cokronegoro I ini mulai dibangun beberapa gedung (gedhung) terutama untuk memperlancar kegiatan-kegiatan pemerintahan. Di sebelah utara alum-alun didirikan Gedung Kabupaten beserta Pendhapa Agengnya untuk tempat bersidang. Gedhung yang terdiri dari dua buah bangunan ini disebut paseban, yaitu tempat para abdi Kabupaten, Lurah dan rakyat menungg panggilan menghadap ke Kabupaten.

LEGENDA DESA CURUGMUNCAR





Menurut legenda, ada seekor ular di kawasan Curugmuncar yang bernama Baruklinting. Konon, pada saat Baruklinting di dalam kandungan, ayah Baruklinting mengidam manusia. Hingga suatu saat ada seorang kyai yang sering kehilangan santrinya.Kemudian, kyai tersebut menelisik kemana santrinya yang hilang. Akhirnya, sang kyai mengetahui kalau santri-santrinya yang hilang dimakan oleh ayah baruklinting. Kyai tersebut akhirnya membunuh ayah Baruklinting. Ayah Baruklinting dilempar dari atas dan tempat dilemparnya ayah Baruklinting itu sekarang diberi nama Sawah Picis.

SEJARAH DESA CURUGMUNCAR




Sejarah Desa Curugmuncar
, Pada zaman dahulu kala, Desa Curugmuncar merupakan kawasan hutan lindung yang terletak di Kecamatan Petungkriyono Kabupaten Pekalongan. Dikarenakan peperangan akibat penjajahan, membuat 2 orang warga (sepasang suami istri) mengungsi/melarikan diri ke hutan tersebut. Seperti manusia pada umumnya, orang tersebut memerlukan makanan untuk menyambung hidupnya. Mereka berinisiatif untuk membuka lahan dan menanaminya dengan sayur-sayuran dan makanan lain yang dapat dimakan. Setelah perjuangan panjang, akhirnya mereka berhasil dan dapat mengembangkan lahan tersebut.

MAKAM KEDHONO-KEDHINI



Makam ini terletak di desa Somongari kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo. Pada jaman dulu, kurang lebih sejaman dengan Majapahit, daerah yang sekarang kita sebut Desa Somongari merupakan daerah hutan belantara yang sama sekali tidak seorang manusiapun berani menempatinya. Kita ibaratkan dengan bahasa Jawa : Sato mara sato mati, janma mara janma mati, Dewa mara keplayu. Yang artinya, “segala binatang bila mendekat mati, semua manusia bila mendekat juga akan mati, pergi dari daerah itu”. Hal ini disebabkan karena tempat itu banyak didiami makluk halus yang konon amat membahayakan. Sehingga tak ada orang atau seekor binatangpun yang berani memasuki daerah tersebut.
Konon kabarnya pada jaman Majapahit, terjadi suatu peperangan antara Kerajaan Majapahit dengan Kerajaan Pajajaran

BULAK SIRANCANG



Miturut dongenge para sesepuh kang tunda matunda, mangkene: Nalika bedahing Kraton Majapahit akeh para sentana dalah para putra-putrane kang banjur padha oncat saka kraton, saperlu golek urip. Ora karuwan sing dituju, waton bisa nylametake jiwa ragane. Amarga wis ora kaconggah anggone nanggulangi mungsuh kang ngebruki Kraton Majapahit. Kacarita ana sawenehing putra-putrane Nata Majapahit, kakang adhi, loro cacahe. Sing tuwa asmane Kebo Angun-angun, dene adhine asmane Singgelo. Putra loro mau anggone ngungsi ngulon parane, nganti tekan ing tlatah Bagelen. Nalika semana ing Tlatah Dhek semana wong-wong kang padha manggon ing kene isih arang banget. Sawise tekan ing Bagelen bocah loro mau padha perpisahan golek urip dewe-dewe. Sing tuwa banjur babad alas saperlu kanggo mesanggrahan. Saiki papan mau diarani Desa Walikara.

PRASASTI KAYU ARA HIWANG



Prasasti Kayu Ara Hiwang ditemukan di Desa Boro Wetan (Kecamatan Banyuurip), jika dikonversikan dengan kalender Masehi adalah tanggal 5 Oktober 901. Ini menunjukkan telah adanya pemukiman sebelum tanggal itu. Bujangga Manik, dalam petualangannya yang diduga dilakukan pada abad ke-15 juga melewati daerah ini dalam perjalanan pulang dari Bali ke Pakuan. Pada masa Kesultanan Mataram hingga abad ke-19 wilayah ini lebih dikenal sebagai Bagelen (dibaca /ba·gə·lɛn/). Saat ini Bagelen malah hanya merupakan kecamatan di kabupaten ini.

AYAM KLAWU BENDHA



Konon kabarnya pada zaman Kerajaan Pajajaran, di pantai selatan Pulau Jawa, terdapatlah sebuah desa bernama Harjobinangun. Adapunsekarang berada di daerah Kecamatan Grabag Kabupaten Purworejo disanalah diam seorang laki-laki bernama Awu-Awu Langit. Oleh sementara orang itu berasal dari kata: awu-awu berarti golek, laip=luwe. Untuk jelasnya, awu-awu langit berasal dari kata majemuk “awu-awulaip”, berarti:mencari dalam keadaan luwe (lapar). Sedang yang dicarinya adalah saudara dan teman sepelariannya, menurut dugaan, Awu-awulangit berasal dari pajajaran. Sejak kecil Awu-Awulangit ini sudah kelihatan sifat-sifat kepemimpinannya dan keprajuritannya. Maka bukanlah suatu kemustahilan, bahwa suatu ketika ia mengabdi kepada seorang kyai yang tersohor didaerah itu bernama Aburawi.

POTROJENAR ALIAS KEBO KUNING



A.    MUNGGANG KEBO KUNING
Ing ereng-erenge Gunung Menoreh, ora adoh saka Guwa Kiskenda ana pepunthuk kang nganeh-anehi blegere memper kebo nderum, kebo kang gedhe. Pepunthuk iku tansah gundhul palemahane coklat semu kuning, mula saka kadohan cetha wela-wela bleger kebo. Warga masyarakat kono nganggep yen papan iku wingit lan wigati. Manut carita kang turun maturun pepunthuk iku biyen kedadeyan saka kebo raksesa. Kebo raseksa itu asale saka manungsa sing kena supata dening ramane dhewe. Manungsa iku jenenge POTRO JENAR, bareng wis nyuwarga masyarakat kono aweh jeneng KYAI KEBO KUNING. Yen malem Jum’at kliwon luwih-luwih ing wayah padhang rembulan purnama sakwatoro warga kono ana kang padha nenepi semadi ana sesukune pepunthuk iku. Warga masyarakat yakin yen ing dina-dina iku gelem nenepi kanthi mepes hardhaning hawa napsu gedhe prihatine akeh kang katekan gegayuhane.

SAWUNGGALIH



            Nama SAWUNGGALIH memang belum banyak tertulis di buku sejarah nasional, karena masih termasuk ribuan ceritera rakyat (daerah) samapi dengan sekarang. Terutama untuk masyarakat Kutoarjo-Purworejo nama Sawunggalih sudah terkenal di khalayak ramai dan sudah kondang di daerah itu yang terkenal sakti mandraguna sebagai seorang pahlawan yang pilih tanding, karena sampai dengan meninggalnya belum ada yang dapat mengalahkannya.
            Menurut ceritera dari almarhum Bapak Sastromendjayo, mantan Kepala Desa Semawung- daleman yang dianggap orang yang paling tua dan merupakan narasumber  di daerah tersebut, nama Sawunggalih mulai terkenal namanya pada waktu pecahnya peperangan antara Pangeran MANGKUBUMI dan Pangeran PUGER yang dibantu oleh bala tentara Belanda.

MASJID DESA PEKUNCEN, KEBUMEN DIBANGUN TAHUN 1722 DENGAN SAKA TUNGGAL






Kebumen, Di Desa Pekuncen, Kecamatan Sempor terdapat sebuah masjid yang dipercaya merupakan salah satu masjid tertua di Kabupaten Kebumen. Masjid ini didirikan pada tahun 1722 oleh Bupati Kendurean, putra Adipati Mangkuprojo, seorang Wrongko Dalem Keraton Kartosuro. Karena saka guru masjid hanya satu, masjid ini dikenal dengan sebutan Masjid Saka Tunggal. Sejarah Masjid Saka Tunggal tak bisa dilepaskan dari sosok Adipati Mangkuprojo. Pada era 1700, Adipati Mangkuprojo merupakan tokoh yang gigih melawan penjajah. Karena terdesak dia melarikan diri dan memilih bergerilya di daerah Pekuncen. Maklum daerah itu merupakan daerah Keputihan. Selain bergerilya, Adipati Mangkuprojo juga giat syiar Islam. Kisah yang disampaikan oleh KH Abujamhari, sesepuh Desa Pekuncen, pada tahun 1719 Adipati Mangkuprojo wafat. Sebelum meninggal, dia berwasiat pada putranya untuk dimakamkan di Pekuncen. Memeringati 1.000 hari meninggalnya Adipati didirikanlah masjid tersebut.
Teguh hati, kuat pendirian, akan sampai

Orang yang memiliki sikap batin teguh, ulet dan kuat cita-cita, maka cita-citanya itu akan tercapai.

Sumber. Filsafat Jawa, Ajaran Luhur Warisan Leluhur.
Gelombang Pasang. 2006

Jumat, 05 Juli 2013

ASAL USUL PANTAI WIDURI



Pada abad ke 15, pesisir utara Jawa Tengah masih banyak terdapat hutan dan rawa-rawa.  Warga yang tinggal pinggiran daerah itu pun masih sedikit.  Di pesisir yang sekarang menjadi Kabupaten Pemalang itu hiduplah sepasang suami istri, yaitu Kaki dan Nyai Pedaringan.

Legenda Joko Polong

Ada seorang anak yang bernama Joko yang bekerja sebagai peternak dan pencari rumput. Pada jaman katemenggungan konon ketika Joko mencari rumput di lading, tidak sengaja sabitnya mengenai batu nisan Syekh Maulana Malik Ibrahim. Syekh Maulana Malik Ibrahim menampakan diri dan memberitahu kepada Joko bahwa ia akan menjadi ular sakti tetapi Joko tidak percaya. Syekh mengatakan bahwa jika ada orang yang memakai batu cincin yang sudah berisi mantra, maka si pemakai akan hilang. Setelah beberapa bulan ternyata perkataan Syekh tidak terbukti.

Legenda Kesenian Sintren

SINTREN
Sulasih sulandana
Biyen putih
Rak ngundang dewa
Dewane saking suksma widadari tumuruna

Pada saat itu,  Mataram diperintah oleh Sultan Agung Hanyakrakusuma. Sultan Agung memiliki beberapa senapati yang mumpuni, salah satunya adalah Ki Bahureksa.  Ki Bahureksa mendapat kedudukan  di sepanjang pantai utara Jawa, dari Kendal hingga Pemalang.  Kesetiaanya ia buktikan dengan mengusir Belanda dari tanah Jawa. 

DI PEKALONGAN TIDAK ADA KERBAU JANTAN

Dulu di perkampungan nelayan Desa Sigeseg, Pekalongan ada petapa yang sakti mandraguna.  Namanya Ki Sadipo, terkenal membuat perahu.  Ki Sadipo punya anak laki-laki bernama Jaka Danu yang juga sakti.  Walaupun sakti, Jaka Danu tidak diperbolehkan memamerkan kesaktianya.
Suatu hari, Ki Sadipo mendapat pesanan perahu dari Raja Galuh.  Ki Sadipo sangat senang.   Ia menyuruh murid-muridnya mencari kayu di hutan.  Sudah lama mencari, kayu yang diharapkan tidak juga ditemukan.  Akhirnya Ki Sadipo memerintahkan muridnya untuk beristirahat dan memakan bekal yang sudah dibawa.

Legenda Ki Garun

Si Garun adalah anak ajaib dari seorang petani yang tinggal di daerah desa Danasari. Dia orang yang jujur, pemberani, tegas, dan berwibawa. Sehari-hari dia membantu orang tuanya berladang di kebun. Saat umur 30an si garun mendapat julukan Ki Garun karena kesaktian yang dimilikinya.
Berita kesaktian Ki Garun terdengar hingga se Kab Batang dan Pekalongan. Ia pergi mengembara ditemani seekor kuda yang ditungganginya. Pada pengembaraannya ia selalu bertemu orang yang ingin

Syech Kramat

Nama aslinya Syech Kramat adalah Syarif Durahman Widatollah. Dia adalah seorang raja putra Syech Batu Liman Guwa Jati Cirebon. Beliau Menjual jabatannya dengan harga 6 dinar untuk bekal ia mengembara mencari ilmu. Malaikat Izroil menyamar menjadi 6 orang dan memberikan 6 ilmu kepada Syech Kramat. Masing-masing ilmu yang diberikan dihargai 1 dinar. Ilmunya adalah :

Legenda Ki Bagus Karang

Bagus Karang adalah anak seorang petani. Lahir di Kaliwatang/Kalisari Kab. Batang. Dia seorang pengembala tetapi hewannya sering mati karena hati hewan yang dikembalai dimakan olehnya mentah-mentah. Ki Bagus seperti oarang yang kerasukan setan mangkanya dia dibuwang ke hutan  Roban. Ki Bagus menguwasai para dedemit yang ada di hutan Roban.

Asal Mula Desa Pesarean

PESAREAN asal mula dari kata ‘saré’ artinya ‘tidur’. Setelah mendapat awalan ‘pe’ dan akhiran ‘an’ menjadi ‘pesarèan’, artinya tempat tidur. Tapi di sini, kata ‘pesarèan’ bukan berarti peraduan. Bukan juga bersifat sementara tapi memiliki arti abadi. Belum lagi jika kata itu diucap dan dipakai oleh kaum bangsawan, akan mempunyai kedudukan lebih santun sebagai sebuah penghargaan bagi seorang raja yang sudah wafat. Itulah tempat pemakaman yang dimaksud di sini, dari kata ‘pesarean’.
Pesarean adalah sebuah desa yang ada di wilayah Kecamatan Talang, Kabupaten Tegal. Di daerah itu ada sebuah makam induk, didalamnya terbaring jasad Raja Mataram Amangkurat I. Bagaimana asal-muasal makam itu ada, dan kenapa Amangkurat I memisahkan diri dari makam Raja-raja Jawa, memilih dikubur di sana? Inilah kisahnya.

ASAL MULA KOTA TEGAL

Kota Tegal merupakan penjelmaan dari sebuah desa yang bernama TETEGUAL.  Pada tahun 1530,  Daerah ini telah mengalami banyak kemajuan dan telah menjadi bagian dari wilayah kabupaten Pemalang yang mengakui kerajaan Pajang.
Secara historis dijelaskan bahwa eksistensi dari Kota Tegal tidak lepas dari peran Ki Gede Sebayu.  Bangsawan ini adalah saudara dari Raden Benowo yang pergi kearah Barat dan sampai di tepian sungai Gung.  Melihat kesuburan tanahnya, Ki Gede Sebayu tergugah dan berniat bersama-sama penduduk meningkatkan hasil pertanian dengan memperluas lahan serta membuat saluran pengairan.  Daerah yang sebagian besar merupakan tanah lading  tersebut kemudian dinamakan Tegal.

KI GEDHE SEBAYU

Ki Gede Sebayu merupakan keturunan trah Majapahit. Pada saat terjadi pergolakan perebutan kekuasaan beliau lebih memilih diam. Bahkan pada saat suasana makin kacau, Ki Ageng Ngunut (kakek Sebayu) mendesak Ki Gede Sebayu agar menyelamatkan Kerajaan Pajang. Namun, Ki Gede Sebayu menolak.
Melihat penderitaan manusia akibat perebutan kekuasaan antar keluarga itu tidak kunjung reda, Ki Gede Sebayu malah pilih pamit untuk menyingkir ke barat. Beliau melepas atribut kebangsawanannya dan mengembara mencari hakekat hidup. Sampailah beliau di sebuah daerah penuh ilalang, padang rumput luas dengan sungai besar yang dialiri air bening sampai muara laut utara. Beliau terperangah melihat hamparan padang rumput luas yang nyaris tak berpenghuni itu.

Selasa, 02 Juli 2013

Tengering budi luhur

Cermin keluhuran budipekerti

Suatu hasil yang baik itu adalah bekas dari perbuatan baik, hasil yang buruk menunjukan sikap perbuatan yang buruk pula.

Sumber. Filsafat Jawa, Ajaran Luhur Warisan Leluhur.
Gelombang Pasang. 2006

Sejarah Kelahiran Brebes

 Beberapa cerita rakyat tentang muncul/lahirnya beberapa nama desa-desa tertentu didalam wilayah Kabupaten Brebes memang ada. Misalnya nama desa Padasugih, Wangandalem, Gandasuli, Pasarbatang, Kersana, Ketanggungan dan sebagainya.  Namun itu semua hanya terlontar dari mulut ke mulut turun temurun. Tidak ada data pendukungnya untuk dijadikan bahan dalam penulisan sejarah lokal. Kalau saat ini sudah ada beberapa orang yang menyempatkan diri merekam cerita-cerita rakyat tersebut didalam bentuk tulisan, alhasil hanyalah merupakan rekaman belaka, yang tetapbelum menyandang bobot sebagai data penulisan sejarah. Sebuah kisah menarik mengenai lahirnya kota Brebes justru kita jumpai dalam Serat Kanda edisi Brandes.

Terjadinya Desa Tanjung Sari



Pada umumnya setiap tempat mempunyai riwayatnya sendiri. Nama tempat biasanya mengambil nama hewan, nama tumbuhan, nama seseorang atau nama lain yang di anggap mempunyai tuah sakti bagi tempat itu.
Dalam memberikan nama tentu saja tidak asal memberi nama namun pemberian nama itu tentu mengandung suaturiwyat tersendiri.
Demikian pula nama desa tanjung Sari yang terletak di kecamatan pemalang kota. Dari kota pemalang jaraknya jaraknya antra tiga kilometer ke utara, juga mempunyai riwayat yang unik. Menurut kepercayaan penduduk setempat, tanjung sari mempunyai peran penting dalam perjalanan sejarah di pemalang, karena tempat ini dahulu adalah pelabuhan kabupaten pemalang.

Legenda Eyang Pandanjati



Ki pandanjati adalah seoarang yang sakti berasal dari Mataram. Dia tinggal disebuah hutan lebat di daerah pemalang. Dulunya beliau bekerja sebagai salah satu petinggi Mataram. Konon Ki Pandanjati dimasukkan kedalam penjara seumur hidup kerena dituduh telah korupsi. Ki Pandanjati menyelamatkan diri, lari kearah barat. Sampailah dia di hutan lebat dan menemuka sebuah desa ditengah hutan itu. Disana ia menemukan kediaman orang sakti yang

Babad Penggarit



Candi Panggarit dianggap sebagai makam dari Pangeran Benawa Putra mahkota kerajaan Pajang. Dengan gugurnya Arya Penangsang di medan laga, dibunuh oleh Sutawijaya dalam rangka sayembara yang diadakan Sultan Pajang, maka sesuai dengan janjinya akan diberi hadiah hutan Mataram. Rupanya Pangeran Hadiwijaya menyadari adanya usaha dari Ki Gede Pemanahan yang meminta hadiah hutan Mataram guna menghidupkan kembali jiwa mataram. Apalagi dalam kenyataanya, pada masa itu Ki Gede Pemanahan telah menjadi lurah Mataram pula.
Ternyata Sutawijaya telah berkali-kali menagih janji kepada Sultan Pajang, namun selalu ditangguhkan, maka akhirnya Sutawijaya pulang ke desa tempat tinggal ayahnya, yakni Mataram. Dalam hati, baik Sutawijaya maupun Ki Gede Pemanahan merasa sakit hati dan diam-diam melatih tentara dalam usaha melawan kekuasaan Pajang.

Legenda Ratu Pantai Utara Pulau Jawa – Pekalongan



Objek wisata SLAMARAN INDAH merupakan Daerah pesisir yang boleh memberikan rasa sejuk dan nyaman. Dengan legenda DEWI LANJAR sebagai RATU PANTAI UTARA Pekalongan, konon mempunyai paras yang cantik jelita tiada bandingan.
erletak disebelah timur Pantai Pasir Kencana dibatasi oleh muara Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan.
Dewi Lanjar sampai sekarang masih merupakan legenda yang hidup didalam masyarakat dan masih berpengaruh dalam jiwa masyarakat terutama di Pekalongan. Dalam segala peristiwa sering kali dihubungkan dengan Dewi Lanjar, apabila ada anak yang sedang bermain-main dipantai hilang tentu mereka berpendapat bahwa si anak itu dibawa Dewi Lanjar. Dan bilamana dapat diketemukan kembali tentulah si anak menyatakan dirinya tersesat disuatu daerah atau suatu kraton yang penghuni-penghuninya juga seperti kita-kita ini. Mereka mempunyai kegiatan membatik, berdagang,

Asal usul daerah Pekalongan



Menurut cerita di desa Kekasi ada seorang yang sakti yang bernama Ki Ageng Cempaluk, dia mempunyai anak yang tampan dan gagah berani bernama Raden Bahu. Setelah anaknya dewasa dia menyuruhnya untuk mengabdikan dirinya ke Raja Mataram. Raden Bahu pun akhirnya berangkat ke Mataram. Raja mataram tidak langsung menerima Raden Bahu untuk dijadikan Punggowo. Raden Bahu disuruh membuat bendungan di kali Soka. Raden Bahu berhasil membuat bendungan tersebut.
            Raja Mataram sudah percaya kalau Raden Bahu bisa dijadikan Punggowo dan ternyata anak dari temannya sendiri yaitu Ki Ageng Cempaluk. Raden Bahu pun diutus menjemput putri Rantamsari yang akan

Legenda Rawa Putih

Menuurut cerita di deasa Pawedan wilayah Buaran Kabupaten Pekalongan. Dahulu kala ada seorang petapa yang sakti bernama Embah Kromongso. Kihidupannya pun damai dantrentambersama keluarganya. Embah Kromongso sebagai sesepuh di desa tersebut.
      Pada suatu hari keponakan Embah Kromongso datang di desa Embah Kromongso. Kedatangannya tidak di ketahui oleh Embah Kromongso, keponakannya masih muda tetapi ilmunycukup lumanyan hebat. Pemuda tersebut mengajarkan ilmunya kepada warga. Ketika Embah Kromongso pulang dari petapaannya dia terkecut warganya sedang sibuk untuk mempersiapkan slametan untuk disajikan kepada keponakaannya.

Banyu Ageng di daerah Pekalongan


Konon ceritanya ada seseorang yang sakitnya tidak bisa disembuhkan dengan apapun. Ketika malam seseorang itu bermimpi disuruh untuk pergi ke sebelah barat selatan Pekalongan. Karena dia merasa mimpinya merupakan wahyu, maka orang tersebut pergi ketempat itu. Setelah sampai di tempat itu dia duduk karena kecapaian perjalanan jauh. Dia duduk di bawah pohon kelapa, ketika itu pohon itu

Asal usul kota batang



Batang berasal dari kata= Ngembat- Watang yang berarti mengangkat batang kayu. Hal ini diambil dari peristiwa kepahlawanan Ki Ageng Bahurekso, yang dianggap dari cikal bakal Batang. Adapun riwayatnya diungkapkan sebagai berikut:
 
Konon pada waktu Mataram mempersiapkan daerah- daerah peratanian untuk mencukupi persediaan beras bagi para prajurit Mataram yang akan mengadakan penyerangan ke Batavia, Bahurekso mendapat tugas membuka hutan Roban untuk dijadikan daerah pesawahan. Hambatan dalam pelaksanaan tesebut ternyata cukup banyak. Para pekerja penebang hutan banyak yang sakit dan mati karena konon diganggu oleh jin, setan peri prayangan, atau siluman- siluman penjaga hutan Roban, yang dipimpin raja mereka Dadungawuk. Namun berkat kesaktian Bahurekso,

JAKA BAHU



Pada jaman  dahulu,  Sultan Agung menyuruh puteranya Jaka Bahu untuk membuka hutan, Alas Roban.  Jaka Bahu melaksanakan tugas tersebut.  Karena ada yang mengganggu Jaka Bahu ketika sedang membabad hutan, ia bertapa untuk mencari sebabnya.  Akhirnya ia tahu yang mengganggu adalah lelembut yang di pimpin oleh Dadungawuk.  Selanjutnya terjadi perang antara Dadungawuk dengan prajurit Jaka Bahu.  Dadungawuk dapat dikalahkan dan berjanji tidak akan mengganggu Jaka Bahu dan prajuritnya.  Lalu pembukaan hutan itu menjadi lancar.
Jaka Bahu melanjutkan pembukaan Alas Roban ke arah barat hingga sampai di sungai yaitu sungai kramat.  Jaka Bahu berpikir untuk membuat bendungan di sungai untuk mengairi sawah.   Air bendungan itu kadang mengalir kecil, kadang juga deras. Hingga suatu ketika bendungan itu jebol. Jaka Bahu mencari penyababnya.  Ternyata ada tiang perahu besar yang melintangi bendungan. Prajurit Jaka Bahu tidak ada yang bisa menyingkirkan tiang itu.  Kemudian Jaka Bahu melakukan semedi di pinggir sungai agar mendapat kekuatan untuk dapat menyingkirkan tiang perahu tersebut. 
Waktu itu malam Jumat Kliwon. Ketika fajar, Jaka Bahu mendapat kekuatan sesuai yang diharapkan.  Jaka Bahu dapat menyingkirkan perahu itu dan mematahkannya.

BABAT PEKALONGAN DAN LEGENDA BAHU REKSO



Di kisahkan tentang negri mataram (mataram islam 1613-1645) yang damai dan sejahtera pada masa kepemimpinan raja SULTAN AGUNG HANYONGKRO KUSUMO yang kekuasaanya mencakup seluruh pulau jawa, sumatra, bali dan pulau pulau lainnya.
Pada waktu itu bangsa belanda dan portugis telah masuk dan menginjakkan kaki di tanah jawa, karena belanda masuk pada tahun 1596.Yang tepatnya semenjak kerajaan demak belnada sudah ada di tanah jawa.
Babat tanah PEKALONGAN bermula dari kisah seorang pemuda yang bernama JOKO BAHU putra tunggal KI-AGENG CEMPALUK yang ingin mengabdikan diri di kerajaan mataram.Dia "joko bahu" berasal dari sebuah desa kecil yang bernama kesesi atau asal dari kata "kasisian" yang artinya pengasingan. Karena Ki ageng cempaluk adalah punggawa mataram yang karena kesalahan apa lalu dia diasingkan dan membangun padepokan didesa tersebut. Yang letaknya antara lain di hulu kali comal. Konon kesaktian ki cempaluk ini sudah terdengar lama dan menjadi buah bibir di kraton mataram.Maka tanpa banyak pertimbangan sultan agung menerima bakti joko bahu
Namun sudah menjadi sarat mutlak, setiap prajurit yang hendak mengabdi kepada negara harus melalui tiga tahap pendadaran atau uji kesetiaan pada negara terlebih dahulu.Termasuk kemampuan mengatasi masalah dan olah keprajuritannya.