Beberapa cerita rakyat tentang
muncul/lahirnya beberapa nama desa-desa tertentu didalam wilayah Kabupaten
Brebes memang ada. Misalnya nama desa Padasugih, Wangandalem, Gandasuli,
Pasarbatang, Kersana, Ketanggungan dan sebagainya. Namun itu semua hanya
terlontar dari mulut ke mulut turun temurun. Tidak ada data pendukungnya untuk
dijadikan bahan dalam penulisan sejarah lokal. Kalau saat ini sudah ada
beberapa orang yang menyempatkan diri merekam cerita-cerita rakyat tersebut
didalam bentuk tulisan, alhasil hanyalah merupakan rekaman belaka, yang
tetapbelum menyandang bobot sebagai data penulisan sejarah. Sebuah kisah
menarik mengenai lahirnya kota Brebes justru kita jumpai dalam Serat Kanda
edisi Brandes.
Menurut kisah ini, setelah kerajaan
Majapahit berdiri dan Raden Susuruh dinobatkan menjadi raja dari kerajaan yang
baru itu dengan nama Brawijaya yang terjadi tahun 1221 Saka (tahun 1299 Masehi)
dengan candra sangkala Sela-Mungal-Katon-Tunggal, sri baginda raja Brawijaya
juga mengangkat Wirun menjadi pepatih dengan nama julukan Adipati Wirun, Nambi
menjadi Tumenggung, sedang Reksapura menjadi Wedana jero. Raja Brawijaya
mengambil isterinya yang masih tertinggal di Galuh dan membantu saudaranya,
Arya Bangah, dalam peperangannya melawan Ciyung Wanara. Namun dalam peperangan
itu Arya Bangah terkalahkan, hinga melarikan diri ke Lebaksiu. Negeri Galuh
terbakar, Arya Bangah diusir sampai Tugu, dimana pasukan-pasukan Majapahit
telah datang untuk memberikan bantuan kepadanya. Arya Bangah mengirimkan
orang-orang Timur mengeluarkan sepenuh keberanian mereka.
Selanjutnya mereka bergerak (baca:
terdesak) kembali dari sebelah barat menuju arah lebih ke timur. Didekat sungai
yang oleh karena peristiwa itu diserbu Pemali, mereka berperang lagi. Tempat
medan peperangan itu mendapat nama Brebes. Ciyung Wanara mengundurkan diri ke
negerinya. Arya Bangah pergi ke Majapahit, meninggalkan pasukan-pasukan yang
berada dibawah pimpinan Reksapura. Raja Brawijaya mengangkatnya menjadi wedana
(bupati) dengan tempat kedudukan di Tuban. Kumara kawin dengan anak perempuan
Arya Bangah Citrawati. Atas nasihat Arya Bangah sendiri, Dandang Wiring dan
anak Wirun, Wahas Atas nasihat anjuran Dandang Wiring, Kumara merebut tiga buah
negeri jajahan Pajajaran. Setelah itu bergabung Reksapura, pergi sampai
Sumedang. Dari tempat itu mereka pergi ke Galuh, Dandang Wiring menundukkan
Dermayu (Indramayu). Wahas menundukkan Banyumas, Magelang, Prabalingga
(Purbalingga) dan Caracap (Cilacap). Negeri Sokapura berhasil pula dikalahkan.
Kumara berhasil merebut Bandung dan Sumedang. Ciyung Wanara menyerah. Ia
memerdekakan Dipati Jayasudarga, mertua raja Brawijaya, dan mengirimkan utusan
kepada Kumara. Sesuai dengan permintaannya, Ciyung Wanara diantarkan ke
Majapahit. Demikian kerajaan Pajajaran akhirnya telah jatuh pada tahun 1223
Saka (1301 Masehi) dengan candra sengkala Guna-Kalih-Tinggal-Kaji, Ciyung
Wanara selanjutnya diangkat menjadi Bupati Agung diseluruh kawasan Jawa Barat
sampai ke sungai Pemali.
Dalam karya keagungannya The History
of Jawa jilid II Rafles juga menyajikan sebuah kisah dengan inti pokok yang
sama namun dengan sejumlah perbedaan. Kisah tersebut tidak menyinggung ikhwal
lahirnya daerah Brebes. Dari segi telaah sejarah, inti pokok kisah itu sendiri
memang tidak benar. Seperti telah dikemukakan Prof. Hosein Djajadiningrat dalam
Sastrakantanya, kerajaan Majapahit berdiri mulai dari kwartal ketiga abad ke
XIII sampai lebih kurang tahun 1518 sedang kerajaan Pajajaran mulai dari tahun
1433/1434 sampai ada kemungkinan tahun 1579.
Dengan demikian, sungguh tidak
mungkin jika dikatakan bahwa kerajaan Majapahit merupakan hasil pemisahan
kerajaan Pajajaran. Sekalipun demikian, kita tidak bisa mengabaikan
kemungkinan, bahwa Brebes telah lahir pada jaman Hindu. Dugaan ini bisa kita
kemukakan berdasarkan kenyataan, bahwa didaerah Kabupaten Brebes banyak
terjumpai barang-barang peninggalan dari jaman HIndu. Barang-barang tersebut
ditemukan diberbagai kawasan diantaranya dikawasan Kawedanan Brebes. Dari
kawasan ini pernah dijumpai sejumlah barang kuna yakni empat buah genta dari
desa Slarang dan sebuah cincin emas dari desa Karangmangu
Cincin emas ini mempunyai pelat (permukaan rata)
materai berbentuk bundar dihiasi dengan garis-garis lengkung yang nampaknya
merupakan dua ekor ular dengan dua buah kepala. Cincin ini, yang ditemukan
didalam tanah, sekarang disimpan di Museum Nasional Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar