Beberapa ratus tahun
yang lalu ada bangunan pepunden dari desa Jampiroso, yang digunakan sebagai
tempat makam. Ini merupakan makam dari Kyai Bubak beserta istrinya yang
sekarang dimakamkan di daerah Dongkelan Utara (sebelah monumen Bambu Runcing).
Selain Kyai Bubak, makam ini juga ditempati oleh Mbah Sekatan beserta istrinya.
Konon kata orang-orang yang berada di sekitar makam, makam ini keramat, jika
seseorang lewat makam tersebut dengan mengendarai kuda, maka orang tersebut
harus turun dan mengandeng kuda tersebut.
Di sekitar makam ini juga terdapat
pohon beringin yang sangat besar. Pohon beringin ini juga dianggap keramat.
Tetapi pohon beringin yang sangat besar ini kemudian di tebangi karena
menganggu lingkungan sekitar. Tetapi karena keramat dan berbahaya, tidak ada
satupun warga di daerah sekitar yang mau menebangnya.
Oleh karena itu
penebangan pohon ini diserahkan pada para narapidana yang ada di Temanggung. Setelah
beberapa tahun kemudian disekitar daerah ini di buat seperti Balai desa yang sekarang
digunakan sebagai gedung pertemuan untuk perpisahan sekolah, rapat, atau
pertunjukan seni, seperti petunjukan kethoprak.Pada tahun 1976 terjadi peristiwa yang sangat dahsyat dan aneh. Pada waktu itu Balai Desa ini dipergunakan untuk acara perpisahan siswa-siswa SMA Negeri 2. Tiba-tiba gedung tersebut roboh. Sebelum roboh, gedung tersebut menunjukan sedikit keanehan yaitu dekorasinya berwarna hijau dan saat hiburan berlangsung seperti di atas gedung ada peperangan, kemudian diikuti patahnya pucuk atap. Peristiwa ini membuat siswa-siswa mengalami luka-luka bahkan ada yang menderita cacat seumur hidupnya sampai sekarang. Begitulah cerita tentang monumen bambu runcing yang masih dianggap keramat sampai hari ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar