Setelah Sultan Agung wafat tahta
kerajaan Mataram digantikan oleh puteranya yand bernama Sunan Amangkurat 1.
Raja Baru itu ternyata kurang bijaksana dalam menjalankan tampuk pemerintahan.
Pamannya, Pangeran Bumidirja seringkali memperingatkan agar raja tidak
bertindak sewenang-wenang terhadap rakyat. Namun, nasehat itu sama sekali tidak
dihiraukannya. Pada suatu hari, Pangeran Bumidirja memutuskan untuk
meninggalkan istana kerajaan. Ia mengembara sampai ke daerah Bagelen dan
akhirnya menetap di daerah Panjer. Di daerah baru itu Pangeran Bumidirja hidup
sebagai petani. Agar tidak mudah dikenali ia mengganti namanya menjadi Kyai
Bumi.
Putra dan Putri Kyai Bumi ada 4
orang. Mereka adalah Kyai Gusti, Kyai bagus, Nyai Ageng dan Kyai Bekel. Dari
Kyai Bekel lahirlah Kyai Ragil. Kyai Ragil ini kemudian mempunyai anak yang
diberi nama Kyai Hanggayuda dan kemudian menjadi demang Kutowinangun. Demang
Hanggayuda mempunyai 7 orang anak. Salah seorang diantaranya bernama Jaka
Sangkrib. Masa kecil Jaka Sangkrib berlalu dengan ticlak menyenangkan. Sekujur
badannya dipenuhi gudig yang menjijikkan Oleh karena itu kemudian ia dijuluki
Jaka Gudig. Bau amis yang keluar dari tubuhnya membuat dirinya dikucilkan dari
pergaulan. Tidak seorangpun yang mau didekati oleh pemuda itu. Begitu juga
saudara‑saudaranya memandang jijik kepadanya. Orang tuanyapun kurang
memperhatikannya. Hal itu membuat Jaka Gudig merasa sedih dan hampir putus asa.
Pada suatu malam yang sunyi ia
membulatkan niatnya. la akan pergi entah kemana meninggalkan rumah dan kampung
halamannya. la merasa tidak ada gunanya lagi berada di rumahnya. Tidak ada
seorangpun yang mengetahui saat kepergiannya. la masuk ke hutan lebat, menuruni
tebing yang curam dan mendaki lereng yang penuh semak berduri. laisengaja tidak
membawa bekal apapun dari rumah. Biarlah jika aku mati kelaparan atau dimangsa
oleh binatang buas, begitu, pikirnya. Sehari‑harinya ia makan seadanya seperti
buah-buahan dan daun muda.
Namun, lama kelamaan penyakit
gudignya sembuh. Barangkali daun yang dimakannya ada yang berkhasiat obat. Pada
suatu hari yang panas ia mandi disebuah telaga yang bening airnya.
Bintik-bintik gudig yang masih tersisa dibersihkannya. Demi melihat keadaan
kulitnya sudah tampak mulai mulus, semangat hidupnya bangkit kembali. Akhirnya
penyakit gudig yang menjengkelkan itu benar‑benar hilang. Bukan main senang
hatinya. Jaka Sangkrib keluar dari hutan, tetapi bukan untuk kembali ke kampung
halamannya. la bertekad untuk terus mengembara, mencari pengalaman‑pengalaman
berharga yang berguna bagi masa depannya. Agar tidak mudah dikenali ia
mengganti namanya menjadi Surawijaya.
Surawijaya memasuki hutan lain yang
belum pernah dijamahnya, berhari-hari lamanya. Sampai pada suatu hari ia
berhenti di bawah sebuah pohon. Pohon Benda namanya. Surawijaya kemudian
melakukan tapa di bawahnya, tetapi pada hari yang ketiga puluh lima ia
dibangunkan oleh seseorang yang mengaku bernama Nalagati. Nalagati memohon
kesediaan Surawijaya agar mengobati keluarganya yang menderita lumpuh. la
mengatakan, bahwa sebelum menemui “Sang Pertapa” ia pernah mimpi. Dalam
mimpinya itu ia diberitahu bahwa yang dapat mengakhiri penderitaan keluarganya
dari kelumpuhan adalah orang yang sedang melakukan tapa “ngluwat” di bawah
pohon benda. Ternyata benar, Surawijaya dapat menjadi perantara sembuhnya
lumpuh yang diderita keluarga Nalagati.
Surawijaya melanjutkan
pengembaraannya. la melakukan tapa da n tapa lagi di tempat yang berbeda-beda.
Tempat-tempat yang telah didatangi Surawijaya untuk bertapa lagi: sebuah gua di
daerah Menganti, hutan Maos, gunung brencong dan bukit Bulupitu di daerah
Kutowinangun. Surawijaya selain melakukan tapa juga mencari pengalaman di
pondok pesantren. la berguru pada Kyai Amad Yusuf dari desa Bojongsari. Kyai
tersebut terkenal sebagai seorang yang pandai dan arif.
Surawijaya diterima menjadi murid
di pondok pesantren tersebut, bahkan ia amat disayangi oleh Kyai Amad Yusuf.
Kecuali karena kecerdasannya melebihi murid-murid yang lain, ia juga sopan. Di
pondok pesantren tersebut, selain mendapatkan pengetahuan di bidang keagamaan,
Surawijaya juga memperoleh ilmu kanuragan atau i1mu bela diri. Setelah lama
belajar di tempat itu, Kyai Amad Yusuf menyarankan agar Surawijaya mengabdikan
diri ke Mataram. la disarankan untuk melamar menjadi prajurit.
Surawijaya segera meninggalkan
pondok itu. Namun dalarn perjalanan hatinya menjadi bimbang. la merasa bekal
yang telah dimilikinya belum cukup. Oleh karena itu ia kemudian menghadap
kepada Kyai Jaiman dengan maksud untuk berguru. Namun Kyai tersebut menyatakan
bahwa Surawijaya telah memiliki ilmu yang lumayan untuk dapat melamar menjadi
prajurit. Pada suatu hari Kademangan Kutowinangun, mendapat serangan dari
Kademangan Pekacangan yang dimotori oleh tangan kanan Demang Prawiragati yang
bernama Surapremati, Surapakewuh, Surabinarong clan Surantaka. Demang
Hanggayuda dari Kutowinangun merasa tidak kuasa menahan gempuran dari
kademangan Pekacangan. Demang Hanngayuda terpaksa menyingkir ke lembah Ngabehan
untuk menyelamatkan diri. Demi mengetahui peristiwa tersebut, Surawijaya
bergegas datang ke Kutowinangun. la dengan gagah berani menerjang
prajurit-prajurit andalan dari Kademangan Pekacangan. Akhirnya ia berhadapan
langsung dengan Demang Prawiragati. Keduanya lalu terlibat dalarn pertarungan
sengit. Masing-masing mengeluarkan jurus-jurus mematikan yang dimilikinya.
Namun akhirnya Surawijaya berhasil mengalahkan lawannya. Demang Prawiragati
terpaksa melarikan diri dari arena pertempuran.
Pada waktu itu orang‑orang
Kutowinangun belum tahu bahwa Surawijaya yang telah menyelamatkan daerahnya itu
sebenarnya Jaka Sangkrib yang telah lama menghilang. Surawijaya kemudian
ditawari untuk menjadi Demang di Kutowingun, tetapi hal itu ditolaknya. Pada
saat itulah ia membuka kartu, bahwa dialah Jaka Sangkrib yang dikira sudah
hilang.
Jaka Sangkrib teringat akan pesan
Kyai Amad Yusuf. Aku disarankan melamar Jadi prajurit Mataram, tetapi bagaimana
caranya? Begitu pikirnya. Sayang ia memilih cara yang kurang tepat. Jaka
Sangkrib menahan setiap upeti yang hendak dikirimkan ke Mataram yang berasal
dari Kademangan-Kademangan di daerah Bagelen. Hal itu membuat Mataram mengirim
pasukan untuk menangkap Jaka Sangkrib. Jaka Sangkrib sengaja tidak mengadakan
perlawanan ketika para prajurit merangketnya. Jaka Sangkrib dihadapkan
kepada Raja dan kemudian dijatuhi hukuman mati. Namun, seorang Patih
menyarankan agar Raja mempertimbangkan keputusan yang baru saja ditetapkan.
Patih tersebut minta agar Raja memanfaatkan kernampuan Jaka Sangkrib guna
memadamkan pemberontakan yang selama itu terjadi di daerah Banyumas.
Di daerah Banumas memang berulang
kali terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh Supena dan Suratma. Raja
kemudian mencabut hukuman yang telah dijatuhkan kepada Jaka Sangkrib. Sebagai
gantinya ia harus dapat menumpas pemberontakan yang terjadi di daerah Banyumas
tersebut dengan tidak diberi prajurit dari Mataram. Jaka Sangkrib mendapat
bantuan kekuatan dari Kutowinangun. Dengan mantap ia berangkat ke Banyumas.
Akhirnya ia berhasil meringkus Supena dan Suratma. Jaka Sangkrib kemudian
diampuni kesalahannya dan diangkat menjadi pegawai kerajaan dengan, pangkat
Mantri Gladag. la kemudian bergelar Kyai Hanggawangsa. Meskipun telah menjadi
pegawai kerajaan, ia tidak mau menetap di Surakarta, tetapi memilih tinggal di
Kutowinangun sebagai tempat kelahirannya. Jaka Sangkrib atau yang juga dikenal
sebagai Tumenggung Arungbinang I sangat menghormati leluhurnya. Daerah yang
pernah menjadi tempat tinggal Kyai Bumi diberi nama Kabumian. Nama tersebut
lama kelamaan berubah menjadi Kebumen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar