Kamis, 03 Februari 2011

TUMENGGUNGAN WANGSANEGARA



            Nama desa Tumenggungan berasal dari turka yasa desa itu. Nama asli desa itu adalah andong. Termasuk wilayah kecamatan Ngombol, perbatasan dengan Kecamatan Banyuurip. Jarak dari ibukota bkecamatan kurang lebih 7 km, dari Ngombol menuju ke utara 5 km, belok kiri kurang lebih 2 km. Desa tersebut terletak di tengah-tengah persawahan yang luas, sehingga seperti sebuah pulau di tengah hutan. Jlan penghubung ke jalan besar masih jalan desa(lorong), bila musim hujan tanahnya becek. Pokok penghidupan masyarakatnya sebagai petani. Desanya kecil, berpenduduk kurang dari seribu.
            Jalan ceritanya sebagai berikut: ki Mangayu bersama Nyai Galuhwati mempunyai keturunan seorang putri bernama Ni Pangeran, menjadi istri Ki Ageng Wunut dari desa Wunut. Beliau mempunyai 2 orang anak putri dan putra, bernama Ni Pangeran dan yang muda yang bernama Ki Pangeran. Ki
Pangeran mempunyai 2 orang anak laki-laki semua, bernama Bagus Taka yang tua dan Bagus Singa yang muda. Keduanya bagus-bagus dan tangkas-tangkas, mereka senang berolahraga. Setelah mereka dewasa, mereka berguru kepada kakeknya yaitu Ki Ageng Wunut. Banyak ilmu yang di dapat dari kakeknya mengenai kanuragan maupun ilmu kebatinan.
Pada suatu hari mereka berdua menyampaikan rasa hatinya yang selalu menjadi angan-angan saja, karena mula-mula sering mendengar cerita kepahlawanan dari neneknya. Keinginan menjadi prajurit disampaikan kepada kakeknya Ki Ageng Wunut, memang bekas prajurit Mataram. Mendengar keinginan cucu-cucunya itu menjadi sangat bangga. Pada suatu hari mereka mengadakan musyawarah merundingkan cita-citanya itu. Kedua orang tuanya dan anak disertai nenek serta kakeknya. Dalam perundingan tersebut mendapat kata sepakat, nahwa mereka berdua akan di antar ke Mataram dititipkan kepada Ki Patih Singoranu. Ki ageng memang masih saudara dengan Ki Patih Singoranu.
            Ki Ageng bersama dengan kedua cucunya berangkat ke Mataram. Sampai di Mataram langsung menuju ke kepatihan. Ki ageng menyampaikan maksud keinginannya, menitipkan kedua cucunya agar kelak dimagangkan menjadi prajurit Mataram. Oleh Ki Patih diterima dengan senag hati, apalagi melihat kedua pemuda itu tampan dan cekatan. Dan setelah lama mengabdi di Kepatihan, kebetulan di Mataram diadakan pendadaran untuk memilih calon wira tamtama. Pendadaran itu sangat berat, karena mereka dapat dianggap lulus dari pendadaran kalau dapat menangkap seekor banteng yang telah disediakan.
            Pada hari yang telah ditentukan tiba, tempat arena pendadaran telah siap lengkap dengan panggungnya. Sang Prabu berserta para nara praja kerajaan telah berada di panggung, gamelan untuk mengiringi upacara telah berbunyi mengumandang. Para magangan telah duduk di tempat yang telah disediakan . penonoton menmpati disekeliling arena namun agak jauh, agar terjaga keamanannya. Bende sebagai tengara pendadaran disembunyikan. Maka petugas membuka selarak pintu kandang. Para prajurit bertugas sebagai pagar arena telah mengacungkan tombaknya ke depan, agar banteng takut tidak berani ke luar arena pertarungan. Para magangan satu per satu di panggil masuk gelanggang, untuk menunjuk kepada para calon yang memang berani maju ke arena. Kik Patih menunjuk bagus taka agar terjun ke arena menangkap banteng yang sedang marah karena merasa sangat banyak musuh yang mau menyerang.
            Bagus Taka segera turun ke arena, banteng melihat adanya musuh datang segera menyerang. Bagus Taka sudah biasa melayani kerbau dan banteng liar di kampungnya, jadi hal itu di anggap biasa saja. Tetapi untuk memperlihatkan ketrampilannya, dia tidak langsung segera menangkapnya. Karena kelengahannya dia kena serangan banteng, sehingga terpental jatuh terguling., tetapi segera bangkit kembali dengan melenting. Baru saja kakinya menginjak tanah, banteng telah menyerang. Semua yang melihatnya tegang, malahan ada yang menjerit karena kecemasannya melihat serangan yang akan menimpa pada diri Bagus Taka.
Tetapi begitu serangan hampir samapai sasarannya, Bagus Taka sudah memperhitungkan akan terjadi serangan, maka dia mengelak ke samping sedikit sambil mengayunkan tangan kanannya, telapak tangan jatuh tepat pada kepala banteng bagian antara kedua mata. Karena kekuatan ayunan tangan yang disertai dengan tenaga cadangan dan dorongan tenaga binatang itu sendiri, maka pertemuan kedua tekanan tersebut berlipat dua, sehingga kepala banteng pecah. Banteng jatuh, darah muncrat ke kanan kiri hingga pakaian Bagus Taka sendiri juga berlumuran darah banteng. Bagus Taka sendiri tegak dekat tubuh banteng, dilihatnya bahwa darah itu bercampur cairan putih, ialah cairan benak otak dari kepala banteng. Semua menyaksikan semua kejadian tersebut bertepuk sorak gembira atas kemenangan Bagus Taka, abnyak para penonton memuji dan menanyakan asal-usul anak itu. Semua penonton merasa puas atas terbunuhnya banteng tersebut.
            Selagi para penonton masih sibuk membicarakan kejadian tersebut, di atas panggung lain halnya Sri Sultan menyaksikan kematian banteng yang telah pecah kepalanya itu kurang berkenan, maka semua diam tidak berani bersuara. Semua nata praja memikirkan meraba-raba apa yang menjadi kekecewaan Sri baginda itu. Sewaktu suasana di panggung masih tegang, di sekitar arena terjadi keributan. Banyak yang lari tunggang langgang, sambil berteriak-teriak, banyak pula yang jatuh karena berbenturan dengan yang lain. Para prajurit pengaman segera berlari menuju ke tempat asal kericuhan. Ternyata benar bahwa seekor penjawi (istri banteng yang telah mati) telah keluar dari kandangnya dan mengamuk kepada siapa saja yang dekat. Seorang prajurit menghadap kepada Sri baginda melaporkan kejadian di luar arena. Maka Sri baginda segera menitahkan kepada Ki patih agar memerintahkan untuk mengatasi bahya dan membunuh atau menangkap penjawi yang sedang mengamuk karena kematian suaminya.  Ki Patih menunjuk Bagus Singa agar turun lapangan dan Bagus Singa dengan tangkasnya meloncat dan lari menuju tempat di mana penjawi berada dan sebaliknya penjawi pun menyongsong dengan garangnya.
            Karena tempat itu sudah jauh di luar arena pertarungan, amka Bagus Sinag berusaha agar banteng itu bisa masuk ke dalam arena pertaurngan. Binatang itu di ganggu supaya perhatiannya teretuju penuh pada Bagus Singa. Setelah usahanya berhasil masuk dalam arena, maka mulailah pertarungan yang sesungguhnya. Dengan garangnya penjawi menyerang lawan, tetapi serangan itu seperti angin saja, karena Bagus Singa selalu mengelak ke kanan dan ke kiri, kadang-kadang sering meloncat ke atas dan jatuh berdiri di belakang penjawi dengan menghadapi lawan-lawannya. Sering-sering terjadi dia meloncat dan jatuh dio punggung penjawi, penjawi lari sambil meloncat-loncat akan melempar lawannya yang ada di punggungnya. Maksud Bagus Singa agar binatang itu kehabisan tenaga, tetapi tidak penjawi sering menjatuhkan diri, agar lawan tertindih olehnya.karena perkelahian itu sudah lama , maka Sri Baginda menitahkan kepada Patih agar penjawi di bunuh saja. Ki Patih turun dari panggung ke tempat arena agar suaranya dapat di tangkap oleh bagus Singa.
Setelah mendapat perintah membunuh , maka Bagus Singa segera meraba senjatanya, peninggalan eyang Ki Manguyu dari Condong Banyuurip. Mengingat pusaka itu dari leluhurnya, dia merasa sayang bahwa pusaka itu akan dilumuri darah binatang. Setelah dia menengokkapada Ki Patih, dia mendapat isyarat agar senjata ditusukkan. Mak di cabutnya senjata itu. Melihat ada senjata yang di hunus penjawi tahu bahaya yang akan menimpanya, penjawi bergerak semakin garang. Penjawi kelihatan semakin ganas dan garang. Bagus Singa diserangnya dengan tenaga penuh. Waktu binatang itu melintas di sampingnya, dia mengelak ke kiri dan ke kanan yang memegang senjata hampir menusuk senjatanya ke tubuh penjawi tetapi karena sayang kepada senjatanya, maksud diurungkan . tetapi karena menarik senjatanya agak terlambat, maka pangkal keris yang dinamakan ricikan menyinggung bulu binatang itu, sehingga binatang itu berhenti beberapa meter dari jarak Bagus Singa berdiri. Di nantinya beberapa saat binatang itu tidak menyerang kembali, akan tetapi binatang itu tidak bergerak sedikitpun, sehingga dia terpaksa mendekati dengan bersiaga penuh.
Binatang itu hanya diam saja bulunya kelihatan berdiri, penjawipun tidak merobohkan diri tetapi tetap berdiri di tempat. Setelah di raba penjawi itu telah mati berdiri. Dicarinya tempat yang luka, tetapi tak sedikitpun yang terlihat, dia merasa memang senjatanya hanya menyenggol bulu penjawi. Tetapi apakah mungkin terjadi karena singgungan denga pangkal keris algi pula bulunya yang kena. Setelah ternyata penjawi telah mati, maka dia mengangkat tangan ke atas, memberiisyarat bahwa lawannya telah mati. Penonton semuanya pada heran karena binatang itu tetap berdiri. Setelah ada seorang nayapraja ada yang turun ke arena untuk membuktikan, ternyata memang betul bahwa binatang itu sungguh-sungguh telah mati berdiri. Beberapa narapraja datang ke tempat itu menyatakan keadaan binatang itu. Bulu binatang itu lama berdiri perlahan-lahan mengkorok dan ditelitinya dengan sesakma tidak ada bagian yang terluka sedikitpun pada tubuh penjawi, sehingga semua yang melihat kagum melihat peristiwa itu.
            Pendadaran untuk memilih prajuri telah selesai, para penonton pulang. Mereka di jalan berbondong-bondong sambil membicarakan peristiwa yang baru saja terjadi. Dan memuji kepada kedua pemuda yang lulus dalam pendadaran. Mereka meraba-raba sal-usul mereka berdua, dari mana dan putranya siapa. Maka nam mereka berdua tersiar sampai ke segenap masyrakat. Sri Bginda mengetahui atas terjadinya peristiwa itu, sehningga mbeliau tertari kepada mereka berdua dan dipanggilnya mereka berdua menghadapa Baginda raja., ditanyakannya asal-usul dan siapa nam kedua orang tuanya. Sri Baginda sangat kagum melihat ketangkasannya dan lagi rupawan. Melihat sopan santun mereka pasti masih keturunan orang tertentu. Mereka takut akan menjawab ats pertanyaan Sang Prabu, karena selama hidupnya belum pernah berhadapan dengan rajanya. Kemudian Bagus Taka memperkenalkan diri dengan menjawab pertannyaan rajanya dengan terbata-bata karena takut bila kata-katanya salah. Dia mengatakan bahwa mereka berdua masih kakak-beradik , asal muasal dari keturunan begitu pula dengan pengabdiannya ke kepatihan beberapa bulan. Setelah Sri Sultan mengetahuinya dia sangat berkenan. Mereka berdua di terima menjadi prajurit tamtama di Mataram.
Keduanya di angkat sebagai mantri dan di beri tanah kediaman sebagai tanah perdika yaitu tanah Cacah Domas. Kecuali hadiah tersebut mereka mendapat gelar: Bagus Taka di beri nama Mantri PRAWIRALODRO, sedangkan Bagus Singa di beri nama mantri SINGOPATI. Oleh sang prabu hadiah serta jabatan itu agar supaya menjadi wasiat sampai akhir jaman. Pasewakan para nara praja setelah selesai wisuda kedua pemuda sebagai penggawa kerajaan Mataram yang baru, maka pertemuan dibubarkan. Mantri Prawiralodro dan adiknya mohon diri pulang ke Andong, yaitu tanah Cacah Domas mereka tinggal di situ dan mendirikan padepokan desa Andong dan sekarang di sebut dengan TUMENGGUNGAN karena disesuaikan cikal bakal mendirikan tanah tersebut, walaupun masih banyak yang menyebut dengan nama desa Andong. Makin lama makin banyak pendatang yang bermukim di situ, makin lama makin banyak penghuni sehingga keadaan tempat itu menjadi ramai. Dalam urusan pertanian Ki Temenggung Prawiralodro sangatlah memperhatikan sehingga masyarakatnya menjadi sangat sejahtera. Ki Temenggung Prawiralodro telah kawin dengan seorang putri pilihannya, dan keadaan rumah tangganya makin bahagia dan serasi adanya. Kedua pemimpin itu sangat ditaati oleh rakyatnya karena merasa diperhatikan nasibanya.
            Setelah lama mereka bermukim di Andong, mereka merasa kurang begitu cock dan mereka memutuskan untuk pergi ke Mataram untuk melepaskan kejenuhannya. Istri Prawiralodro di tinggal agar tidak merepoti di perjalanan. Sampai di kerajaan kebetulan sang Prabu masih mengadakan sidang para mantri bupati niyaka, merundingkan soal kenegaraan yang sedang menghadapi musuh dari Eropa yaitu bangsa Belanda. Ki Temenggung Prawiralodro beserta adiknya kelihatan datang akan menghadap dan Sri Sultan berkenan atas kehadiran kedua tumenggung tersebut dari Cacah Domas itu. Segeralah mereka di panggil agar seger menghadap. Setelah saling menanyakan keselamatan masing-masing, siadng di teruskan denga keputusan bahwa Ki Prawiralodro dan Ki Singopati mendapat tugas menyertai panembahan Purbaya menyerang Belanda dari utara, Pangeran Mandurareja dapat tugas menyerang dari barat.
Tumenggung Prawiralodro dan Singopati merasa gembira karena mendapat kepercayaan mengikuti tugas mulya untuk mengusir penjajah dari bumi Nusantara. Mereka memang mempunyai pendirian hidup atau mati demi kepentingan negaranya. Hari itu juga semua pasukan siap diberangkatkan, semua senopati memberikan penjelasan kepada prajuritnya masing-masing tentang tugas yang harus dikerjakan. Sangkakala tabnda keberangkatan telah berbunyi agar semua pasuka melaksanakan tugasnya masing-masing. Pasukan diberangkatkan dieluk-elukan oleh pembesar dan masyarakat. Dalam perjalanan tidak diceritakan.
            Setelah sampai di pesisisr utara, pasuka yang di pimpin oleh panembahan Purbaya berkemas-kemas menyiapkan perahunya masing-masing. Tiap-tiap rombongan di pimpin oleh seorang senopati. Begitu pula tumenggung Prawiralodro dan adiknya masing-masing satu pasukan. Tiap satu pasukan satu perahu. Tanda keberangkatan dibunyikan, semua layar perahu di pasang, tidak lupa tanda kebesaran kerajaan Mataram di pasang di perahu yang p[aling depan yang dinaiki sang Panembahan dengan rombongannya. Semua layar berwarna merah, menandakan bahwa itu pasuka peranga yang sedang menuju ke tempat arena pertempuran atau medan laga. Angin timur meniup dengan tenangnya, sehingga laju perahu berjalan dengan tenang dan lancar.
            Setelah pasukan panembahan telah sampai di kepulauan seribu, beliau memberikan komando agar pasukannya siap siaga untuk menghadapi segala kemungkinan dan bersiap untuk mendarat. Karena kompeni sudah sangat berpengalaman dalam pertempuran, kecuali menghadapi musuh yang sedang menyerang juga menghadapi persiapan bilamana mendapat serangan dari pihal lain.  Pasukan kompeni yang ditugasi mengawasi lautan, segera memberi tahu kepada komandan bahwa di laut ada perahu yang datang, dengan bendera warna merah. Maka pasukan kompeni segera memberikan sambutan tembakan kepada lawan yang berada di laut yang sedang merapat ke darat. Sang Panembahan belum memberikan balasan kepada kompeni yang dipentingkan agar pasukannya dapat mendart lebih dahulu.
Sang Panembahan menyesalkan atas tindakan para kompeni yang kurang sopan, tamu yang belum sampai di darat sudah di sapa terlebih dahulu. Maka Panembahan Purbaya mengacungkan jari penunjuk ke benteng kompeni, dengan mendadak tembok itu meledak seperti terkena peluru meriam sehingga benteng itu runtuh cukup untuk masuk pasukannya. Maka pasuka beramai-ramai masuk dalam benteng yang sangat tebal. Pasuka kompeni terkejut atas kehadiran musuh dari laut secara tiba-tiba. Mereka sudah cemas menghadapi bala tentara Mataram yang sangat berani itu, semua sudah putus asa. Pada suatu ketika dengan mendadak ada utusan dari kerajaan mataram, agar semua pasukan di tari mundur, kembali ke Mataram,. Semua merasa kecewa karena pertempuran hampir selesai dan kompeni sudah mendekati kehancuran. Pangeran Mandurareja setelah sampai di Kaliwungu sangat menyesal atas peristiwa tersebut sehingga dia meminta agar dibunuh saja, daripada pulang tanpa membawa hasil.
            Setelah Pangeran Mandurareja meninggal, maka tumenggung Prawiralodro merasa malu terhadap Sri Sultan yang telah memberi kepercayaan kepadanya. Sehingga dia tidak akan pulang ke Mataram, lebih baik dia mengembara dengan jalan dagang saja. Dia ingin menetap di daerah Indramayu karena menurut pendapatnya dia lebih cocok tanahnya daripada diam di Siti Domas. Prawiralodro merundingkan kepada adiknya Ki Singopati perihal barang wasiat neneknya moyangnya yang telah dibawanya sebagai piandel dalam kehidupan sehari-hari. Agar di bagi menurut kebutuhan masing-masing. Ki Prawiralodro mangambil dua benda wasiat, yaitu Ki Balung dan Ki Kuru Bathok karena dia menginginkan sebagai pedagang maka itulah yang diambilnya. Karena Ki Singopati masih ingin melanjutkan pengabdiannya kepada Raja Mataram sebagai seorang prajurit, maka di suruhnya membawa senjata Ki Pelus, Si krocak, dan keris Panubiru dari eyang Banyuurip. Ki Prawiralodro berpesan kepada adiknya agar pusaka Panubiru jangan sampai lepas dari badannya. Setelah selesai bagi membagi pusaka, Ki Prawiralodro juga berpesan kepada adiknya, agar selalu setia kepada Raja, Negar, dan Tugasnya.
Sebagai seorang narapraja jangan sampai tersesat kepada: 1. Tahta yaitu orang yang sangat menginginkan kepada kedudukan, biasanya tidak mengingat kepada nasib orang lain, karena hanya mementingkan urusan pribadi. 2. Harta yaitu banyak pejabat yang jatuh karena urusan kekayaan semata, sehingga timbul kecurangan dan penyelewengan kewenangan karena menginginkan kekayaan sebanyak-banyaknya. 3. Wanita yaitu seorang pejabat sebagai seorang pemimpin tertinggi sekalipun, akan jatuh kedudukannya hanya karena urusan wanita. Setelah selesai memberikan nasehat adiknya, maka keduanya berpelukan menangis karena persaan terharu akan berpisah antara kakak beradik yang tak dapat diperkirakan kapan akan bertemu kembali. Setelah keduanya berjabat tangan, maka mereka berpisah menuju tujuannya masing-masing. . Tahta yaitu orang yang sangat menginginkan kepada kedudukan, biasanya tidak mengingat kepada masing-masing. Ki Prawiralodro menuju ke barat, sedangkan Ki Singopati berserta laskarnya menuju ke Mataram. Sesampainya di Mataram Ki Singopati menyampaikan laporan segala sesuatu yang telah dikerjakan, dan menyerahkan kembali tugasnya kepada Sri Baginda. Upacara penyerahan selesai maka dia mohon diri pulang ke Andong. Sebagai Tumenggung dia memimpin rakyatnya dengan arif dan bijaksana. Pada suatu hari Ki Singopati mengumpulkan masyarakatnya menyampaikan sesutau hal antara lain:
1.      Menceritakan selama dalam berpergian sampai di Batavia dan perpisahan dengan kakaknya di Kaliwungu.
2.      Setelah sampai di Mataram dia di beri kedududkan sebagai seorang tumenggung Wongsanegara.
3.      Karena kakaknya telah pergi jauh dan akan menetap di Indramayu sebagai seorang saudagar, maka kakaknya tidak akan pulang ke Andong. Sehubungan dengan hal tersebut, maka persetujuan Ki Singopati dan Nyai Prawiralodro, keduanya sepakat untuk membentuk rumah tangga yang baru. Nyai Wiralodro menjadi Nyai Singopati, dengan membawa putra keturunan Ki Wiralodro.
            Selama dalam menjalankan pemerintahannya Ki Wangsanegara, keadaan negaranya mengalami kemajuan pesat. Masyarakatnya hidup tentram lebih-lebih setelah Nyai Wangsanegara melahirkan putra, Ki Wangsanegara merasa bahagia dan disampaikan pula kepada raja Mataram. Putranya di beri nama Wangsanegara Domas. Putra ini diharapakan oleh ayahnya kelak dapat menggantikan kedudukannya memimpin Andong. Pada suatu ketika di Mataram mengalami kegoncangan, karena daipati Madura mbalela menentang Mataram. Diajaknya putra tirinya agar tambah pengalaman. Sampai di Mataram ank tersebut diperkenalkan kepada Sang Prabu, bahwa anak tersebut keturunan kakaknya. Oleh sang Prabu tumenggung Wangsanegara di beri tugas untuk mengatasi gejolak di Madura. Bagi siapa saja yang dapat mengatasi permasalahan di Madura kan di beri hadiah yang setimpal dengan jasanya. Ki Wangsanegara menunjuk keponakannya (anak tirinya) agar ikut memasuki sayembara tersebut.
            Dalam seyemabara di laksanakan di pesisir Surabaya denagn pembesar dan laskar Mataram. Seorang senopati memerintahkan barangsiapa dapat mengambil perahu yang ada di pesisir Madura. Ki Wangsanegara memerintahkan anak tirinya agar segera melaksanakan tugasnya. Dan anak itu langsung terjun ke laut berenang dengan cepat sekali, sampai yang melihat heran. Perahu yang di ambil tanpa masalah dan dipergunakan untuk menyeberang dari pesisir Madura ke pesisir Surabaya. Atas keberhasilannya itu putra Ki Prawiralodro itu diangkat menjadi tumenggung dan di beri nama Wnagsanegara, agar diam di Andong mengantikan kedudukan pamannya atau ayah tirinya yang telah berjasa kepada negara.
            Dikarenakan pamannya atau yah tirinya merasa malu, dia tidak pulang ke Andong melaikan menetap di Surakarta. Putra kandungnya yang bernama Wangsanegara Domas setelah kedudukannya digantikan oleh kakaknya, dia pindah dan menetap di Banyuurip. Begitulah cerita Tumenggung Wangsanegara Desa Tumenggungan (Andong) sampai tuirun temurun sekarang. Cerita ini di petik berdasarkan buku “Babad Banyu urip“ yang menceritakan perjalanan hidup Pangeran JOYOKUSUMA.

3 komentar:

  1. Tulisan yg bagus. Saya asli Indramayu jadi tahu ttg sejarah Raden Wiralodra pendiri Indramayu asal Bagelen.

    BalasHapus
  2. Sek drg moco min wes Arip

    BalasHapus
  3. Sekarang rumah tumenggung masih di tempati kakek saya sebagai keturunan dari tumengung, entah sampai saya sudah ada berapa keturunan, tapi sekarang bangunanya sudah full renofasi, dan ada letak ruangan yg di pindah dan di tambah,

    BalasHapus