Nama desa Tumenggungan berasal dari
turka yasa desa itu. Nama asli desa itu adalah andong. Termasuk wilayah
kecamatan Ngombol, perbatasan dengan Kecamatan Banyuurip. Jarak dari ibukota
bkecamatan kurang lebih 7 km, dari Ngombol menuju ke utara 5 km, belok kiri
kurang lebih 2 km. Desa tersebut terletak di tengah-tengah persawahan yang
luas, sehingga seperti sebuah pulau di tengah hutan. Jlan penghubung ke jalan
besar masih jalan desa(lorong), bila musim hujan tanahnya becek. Pokok
penghidupan masyarakatnya sebagai petani. Desanya kecil, berpenduduk kurang
dari seribu.
Jalan ceritanya sebagai berikut: ki
Mangayu bersama Nyai Galuhwati mempunyai keturunan seorang putri bernama Ni
Pangeran, menjadi istri Ki Ageng Wunut dari desa Wunut. Beliau mempunyai 2
orang anak putri dan putra, bernama Ni Pangeran dan yang muda yang bernama Ki
Pangeran. Ki
Pangeran mempunyai 2 orang anak laki-laki semua, bernama Bagus
Taka yang tua dan Bagus Singa yang muda. Keduanya bagus-bagus dan
tangkas-tangkas, mereka senang berolahraga. Setelah mereka dewasa, mereka
berguru kepada kakeknya yaitu Ki Ageng Wunut. Banyak ilmu yang di dapat dari
kakeknya mengenai kanuragan maupun ilmu kebatinan.
Pada
suatu hari mereka berdua menyampaikan rasa hatinya yang selalu menjadi
angan-angan saja, karena mula-mula sering mendengar cerita kepahlawanan dari
neneknya. Keinginan menjadi prajurit disampaikan kepada kakeknya Ki Ageng
Wunut, memang bekas prajurit Mataram. Mendengar keinginan cucu-cucunya itu
menjadi sangat bangga. Pada suatu hari mereka mengadakan musyawarah
merundingkan cita-citanya itu. Kedua orang tuanya dan anak disertai nenek serta
kakeknya. Dalam perundingan tersebut mendapat kata sepakat, nahwa mereka berdua
akan di antar ke Mataram dititipkan kepada Ki Patih Singoranu. Ki ageng memang
masih saudara dengan Ki Patih Singoranu.
Ki Ageng bersama dengan kedua cucunya
berangkat ke Mataram. Sampai di Mataram langsung menuju ke kepatihan. Ki ageng
menyampaikan maksud keinginannya, menitipkan kedua cucunya agar kelak
dimagangkan menjadi prajurit Mataram. Oleh Ki Patih diterima dengan senag hati,
apalagi melihat kedua pemuda itu tampan dan cekatan. Dan setelah lama mengabdi
di Kepatihan, kebetulan di Mataram diadakan pendadaran untuk memilih calon wira
tamtama. Pendadaran itu sangat berat, karena mereka dapat dianggap lulus dari
pendadaran kalau dapat menangkap seekor banteng yang telah disediakan.
Pada hari yang telah ditentukan
tiba, tempat arena pendadaran telah siap lengkap dengan panggungnya. Sang Prabu
berserta para nara praja kerajaan telah berada di panggung, gamelan untuk
mengiringi upacara telah berbunyi mengumandang. Para magangan telah duduk di
tempat yang telah disediakan . penonoton menmpati disekeliling arena namun agak
jauh, agar terjaga keamanannya. Bende sebagai tengara pendadaran disembunyikan.
Maka petugas membuka selarak pintu kandang. Para prajurit bertugas sebagai
pagar arena telah mengacungkan tombaknya ke depan, agar banteng takut tidak
berani ke luar arena pertarungan. Para magangan satu per satu di panggil masuk
gelanggang, untuk menunjuk kepada para calon yang memang berani maju ke arena.
Kik Patih menunjuk bagus taka agar terjun ke arena menangkap banteng yang
sedang marah karena merasa sangat banyak musuh yang mau menyerang.
Bagus Taka segera turun ke arena,
banteng melihat adanya musuh datang segera menyerang. Bagus Taka sudah biasa
melayani kerbau dan banteng liar di kampungnya, jadi hal itu di anggap biasa
saja. Tetapi untuk memperlihatkan ketrampilannya, dia tidak langsung segera
menangkapnya. Karena kelengahannya dia kena serangan banteng, sehingga
terpental jatuh terguling., tetapi segera bangkit kembali dengan melenting.
Baru saja kakinya menginjak tanah, banteng telah menyerang. Semua yang
melihatnya tegang, malahan ada yang menjerit karena kecemasannya melihat
serangan yang akan menimpa pada diri Bagus Taka.
Tetapi
begitu serangan hampir samapai sasarannya, Bagus Taka sudah memperhitungkan
akan terjadi serangan, maka dia mengelak ke samping sedikit sambil mengayunkan
tangan kanannya, telapak tangan jatuh tepat pada kepala banteng bagian antara
kedua mata. Karena kekuatan ayunan tangan yang disertai dengan tenaga cadangan
dan dorongan tenaga binatang itu sendiri, maka pertemuan kedua tekanan tersebut
berlipat dua, sehingga kepala banteng pecah. Banteng jatuh, darah muncrat ke
kanan kiri hingga pakaian Bagus Taka sendiri juga berlumuran darah banteng.
Bagus Taka sendiri tegak dekat tubuh banteng, dilihatnya bahwa darah itu
bercampur cairan putih, ialah cairan benak otak dari kepala banteng. Semua
menyaksikan semua kejadian tersebut bertepuk sorak gembira atas kemenangan
Bagus Taka, abnyak para penonton memuji dan menanyakan asal-usul anak itu.
Semua penonton merasa puas atas terbunuhnya banteng tersebut.
Selagi para penonton masih sibuk
membicarakan kejadian tersebut, di atas panggung lain halnya Sri Sultan
menyaksikan kematian banteng yang telah pecah kepalanya itu kurang berkenan,
maka semua diam tidak berani bersuara. Semua nata praja memikirkan meraba-raba
apa yang menjadi kekecewaan Sri baginda itu. Sewaktu suasana di panggung masih
tegang, di sekitar arena terjadi keributan. Banyak yang lari tunggang langgang,
sambil berteriak-teriak, banyak pula yang jatuh karena berbenturan dengan yang
lain. Para prajurit pengaman segera berlari menuju ke tempat asal kericuhan.
Ternyata benar bahwa seekor penjawi (istri banteng yang telah mati) telah
keluar dari kandangnya dan mengamuk kepada siapa saja yang dekat. Seorang
prajurit menghadap kepada Sri baginda melaporkan kejadian di luar arena. Maka
Sri baginda segera menitahkan kepada Ki patih agar memerintahkan untuk
mengatasi bahya dan membunuh atau menangkap penjawi yang sedang mengamuk karena
kematian suaminya. Ki Patih menunjuk
Bagus Singa agar turun lapangan dan Bagus Singa dengan tangkasnya meloncat dan
lari menuju tempat di mana penjawi berada dan sebaliknya penjawi pun
menyongsong dengan garangnya.
Karena tempat itu sudah jauh di luar
arena pertarungan, amka Bagus Sinag berusaha agar banteng itu bisa masuk ke
dalam arena pertaurngan. Binatang itu di ganggu supaya perhatiannya teretuju
penuh pada Bagus Singa. Setelah usahanya berhasil masuk dalam arena, maka
mulailah pertarungan yang sesungguhnya. Dengan garangnya penjawi menyerang
lawan, tetapi serangan itu seperti angin saja, karena Bagus Singa selalu
mengelak ke kanan dan ke kiri, kadang-kadang sering meloncat ke atas dan jatuh
berdiri di belakang penjawi dengan menghadapi lawan-lawannya. Sering-sering
terjadi dia meloncat dan jatuh dio punggung penjawi, penjawi lari sambil
meloncat-loncat akan melempar lawannya yang ada di punggungnya. Maksud Bagus
Singa agar binatang itu kehabisan tenaga, tetapi tidak penjawi sering
menjatuhkan diri, agar lawan tertindih olehnya.karena perkelahian itu sudah
lama , maka Sri Baginda menitahkan kepada Patih agar penjawi di bunuh saja. Ki
Patih turun dari panggung ke tempat arena agar suaranya dapat di tangkap oleh
bagus Singa.
Setelah
mendapat perintah membunuh , maka Bagus Singa segera meraba senjatanya,
peninggalan eyang Ki Manguyu dari Condong Banyuurip. Mengingat pusaka itu dari
leluhurnya, dia merasa sayang bahwa pusaka itu akan dilumuri darah binatang. Setelah
dia menengokkapada Ki Patih, dia mendapat isyarat agar senjata ditusukkan. Mak
di cabutnya senjata itu. Melihat ada senjata yang di hunus penjawi tahu bahaya
yang akan menimpanya, penjawi bergerak semakin garang. Penjawi kelihatan
semakin ganas dan garang. Bagus Singa diserangnya dengan tenaga penuh. Waktu
binatang itu melintas di sampingnya, dia mengelak ke kiri dan ke kanan yang
memegang senjata hampir menusuk senjatanya ke tubuh penjawi tetapi karena
sayang kepada senjatanya, maksud diurungkan . tetapi karena menarik senjatanya
agak terlambat, maka pangkal keris yang dinamakan ricikan menyinggung bulu
binatang itu, sehingga binatang itu berhenti beberapa meter dari jarak Bagus
Singa berdiri. Di nantinya beberapa saat binatang itu tidak menyerang kembali,
akan tetapi binatang itu tidak bergerak sedikitpun, sehingga dia terpaksa
mendekati dengan bersiaga penuh.
Binatang
itu hanya diam saja bulunya kelihatan berdiri, penjawipun tidak merobohkan diri
tetapi tetap berdiri di tempat. Setelah di raba penjawi itu telah mati berdiri.
Dicarinya tempat yang luka, tetapi tak sedikitpun yang terlihat, dia merasa
memang senjatanya hanya menyenggol bulu penjawi. Tetapi apakah mungkin terjadi
karena singgungan denga pangkal keris algi pula bulunya yang kena. Setelah
ternyata penjawi telah mati, maka dia mengangkat tangan ke atas, memberiisyarat
bahwa lawannya telah mati. Penonton semuanya pada heran karena binatang itu
tetap berdiri. Setelah ada seorang nayapraja ada yang turun ke arena untuk
membuktikan, ternyata memang betul bahwa binatang itu sungguh-sungguh telah
mati berdiri. Beberapa narapraja datang ke tempat itu menyatakan keadaan
binatang itu. Bulu binatang itu lama berdiri perlahan-lahan mengkorok dan
ditelitinya dengan sesakma tidak ada bagian yang terluka sedikitpun pada tubuh
penjawi, sehingga semua yang melihat kagum melihat peristiwa itu.
Pendadaran untuk memilih prajuri
telah selesai, para penonton pulang. Mereka di jalan berbondong-bondong sambil
membicarakan peristiwa yang baru saja terjadi. Dan memuji kepada kedua pemuda
yang lulus dalam pendadaran. Mereka meraba-raba sal-usul mereka berdua, dari
mana dan putranya siapa. Maka nam mereka berdua tersiar sampai ke segenap
masyrakat. Sri Bginda mengetahui atas terjadinya peristiwa itu, sehningga
mbeliau tertari kepada mereka berdua dan dipanggilnya mereka berdua menghadapa
Baginda raja., ditanyakannya asal-usul dan siapa nam kedua orang tuanya. Sri
Baginda sangat kagum melihat ketangkasannya dan lagi rupawan. Melihat sopan
santun mereka pasti masih keturunan orang tertentu. Mereka takut akan menjawab
ats pertanyaan Sang Prabu, karena selama hidupnya belum pernah berhadapan
dengan rajanya. Kemudian Bagus Taka memperkenalkan diri dengan menjawab
pertannyaan rajanya dengan terbata-bata karena takut bila kata-katanya salah.
Dia mengatakan bahwa mereka berdua masih kakak-beradik , asal muasal dari
keturunan begitu pula dengan pengabdiannya ke kepatihan beberapa bulan. Setelah
Sri Sultan mengetahuinya dia sangat berkenan. Mereka berdua di terima menjadi
prajurit tamtama di Mataram.
Keduanya
di angkat sebagai mantri dan di beri tanah kediaman sebagai tanah perdika yaitu
tanah Cacah Domas. Kecuali hadiah tersebut mereka mendapat gelar: Bagus Taka di
beri nama Mantri PRAWIRALODRO, sedangkan Bagus Singa di beri nama mantri
SINGOPATI. Oleh sang prabu hadiah serta jabatan itu agar supaya menjadi wasiat
sampai akhir jaman. Pasewakan para nara praja setelah selesai wisuda kedua
pemuda sebagai penggawa kerajaan Mataram yang baru, maka pertemuan dibubarkan.
Mantri Prawiralodro dan adiknya mohon diri pulang ke Andong, yaitu tanah Cacah
Domas mereka tinggal di situ dan mendirikan padepokan desa Andong dan sekarang
di sebut dengan TUMENGGUNGAN karena disesuaikan cikal bakal mendirikan tanah
tersebut, walaupun masih banyak yang menyebut dengan nama desa Andong. Makin
lama makin banyak pendatang yang bermukim di situ, makin lama makin banyak
penghuni sehingga keadaan tempat itu menjadi ramai. Dalam urusan pertanian Ki
Temenggung Prawiralodro sangatlah memperhatikan sehingga masyarakatnya menjadi
sangat sejahtera. Ki Temenggung Prawiralodro telah kawin dengan seorang putri
pilihannya, dan keadaan rumah tangganya makin bahagia dan serasi adanya. Kedua
pemimpin itu sangat ditaati oleh rakyatnya karena merasa diperhatikan nasibanya.
Setelah lama mereka bermukim di
Andong, mereka merasa kurang begitu cock dan mereka memutuskan untuk pergi ke
Mataram untuk melepaskan kejenuhannya. Istri Prawiralodro di tinggal agar tidak
merepoti di perjalanan. Sampai di kerajaan kebetulan sang Prabu masih
mengadakan sidang para mantri bupati niyaka, merundingkan soal kenegaraan yang
sedang menghadapi musuh dari Eropa yaitu bangsa Belanda. Ki Temenggung
Prawiralodro beserta adiknya kelihatan datang akan menghadap dan Sri Sultan
berkenan atas kehadiran kedua tumenggung tersebut dari Cacah Domas itu.
Segeralah mereka di panggil agar seger menghadap. Setelah saling menanyakan
keselamatan masing-masing, siadng di teruskan denga keputusan bahwa Ki
Prawiralodro dan Ki Singopati mendapat tugas menyertai panembahan Purbaya
menyerang Belanda dari utara, Pangeran Mandurareja dapat tugas menyerang dari
barat.
Tumenggung
Prawiralodro dan Singopati merasa gembira karena mendapat kepercayaan mengikuti
tugas mulya untuk mengusir penjajah dari bumi Nusantara. Mereka memang
mempunyai pendirian hidup atau mati demi kepentingan negaranya. Hari itu juga
semua pasukan siap diberangkatkan, semua senopati memberikan penjelasan kepada
prajuritnya masing-masing tentang tugas yang harus dikerjakan. Sangkakala
tabnda keberangkatan telah berbunyi agar semua pasuka melaksanakan tugasnya
masing-masing. Pasukan diberangkatkan dieluk-elukan oleh pembesar dan
masyarakat. Dalam perjalanan tidak diceritakan.
Setelah sampai di pesisisr utara,
pasuka yang di pimpin oleh panembahan Purbaya berkemas-kemas menyiapkan
perahunya masing-masing. Tiap-tiap rombongan di pimpin oleh seorang senopati.
Begitu pula tumenggung Prawiralodro dan adiknya masing-masing satu pasukan.
Tiap satu pasukan satu perahu. Tanda keberangkatan dibunyikan, semua layar perahu
di pasang, tidak lupa tanda kebesaran kerajaan Mataram di pasang di perahu yang
p[aling depan yang dinaiki sang Panembahan dengan rombongannya. Semua layar
berwarna merah, menandakan bahwa itu pasuka peranga yang sedang menuju ke
tempat arena pertempuran atau medan laga. Angin timur meniup dengan tenangnya,
sehingga laju perahu berjalan dengan tenang dan lancar.
Setelah pasukan panembahan telah
sampai di kepulauan seribu, beliau memberikan komando agar pasukannya siap
siaga untuk menghadapi segala kemungkinan dan bersiap untuk mendarat. Karena
kompeni sudah sangat berpengalaman dalam pertempuran, kecuali menghadapi musuh
yang sedang menyerang juga menghadapi persiapan bilamana mendapat serangan dari
pihal lain. Pasukan kompeni yang
ditugasi mengawasi lautan, segera memberi tahu kepada komandan bahwa di laut
ada perahu yang datang, dengan bendera warna merah. Maka pasukan kompeni segera
memberikan sambutan tembakan kepada lawan yang berada di laut yang sedang
merapat ke darat. Sang Panembahan belum memberikan balasan kepada kompeni yang
dipentingkan agar pasukannya dapat mendart lebih dahulu.
Sang
Panembahan menyesalkan atas tindakan para kompeni yang kurang sopan, tamu yang
belum sampai di darat sudah di sapa terlebih dahulu. Maka Panembahan Purbaya
mengacungkan jari penunjuk ke benteng kompeni, dengan mendadak tembok itu
meledak seperti terkena peluru meriam sehingga benteng itu runtuh cukup untuk
masuk pasukannya. Maka pasuka beramai-ramai masuk dalam benteng yang sangat
tebal. Pasuka kompeni terkejut atas kehadiran musuh dari laut secara tiba-tiba.
Mereka sudah cemas menghadapi bala tentara Mataram yang sangat berani itu,
semua sudah putus asa. Pada suatu ketika dengan mendadak ada utusan dari
kerajaan mataram, agar semua pasukan di tari mundur, kembali ke Mataram,. Semua
merasa kecewa karena pertempuran hampir selesai dan kompeni sudah mendekati
kehancuran. Pangeran Mandurareja setelah sampai di Kaliwungu sangat menyesal
atas peristiwa tersebut sehingga dia meminta agar dibunuh saja, daripada pulang
tanpa membawa hasil.
Setelah Pangeran Mandurareja
meninggal, maka tumenggung Prawiralodro merasa malu terhadap Sri Sultan yang
telah memberi kepercayaan kepadanya. Sehingga dia tidak akan pulang ke Mataram,
lebih baik dia mengembara dengan jalan dagang saja. Dia ingin menetap di daerah
Indramayu karena menurut pendapatnya dia lebih cocok tanahnya daripada diam di
Siti Domas. Prawiralodro merundingkan kepada adiknya Ki Singopati perihal
barang wasiat neneknya moyangnya yang telah dibawanya sebagai piandel dalam
kehidupan sehari-hari. Agar di bagi menurut kebutuhan masing-masing. Ki
Prawiralodro mangambil dua benda wasiat, yaitu Ki Balung dan Ki Kuru Bathok
karena dia menginginkan sebagai pedagang maka itulah yang diambilnya. Karena Ki
Singopati masih ingin melanjutkan pengabdiannya kepada Raja Mataram sebagai
seorang prajurit, maka di suruhnya membawa senjata Ki Pelus, Si krocak, dan
keris Panubiru dari eyang Banyuurip. Ki Prawiralodro berpesan kepada adiknya
agar pusaka Panubiru jangan sampai lepas dari badannya. Setelah selesai bagi
membagi pusaka, Ki Prawiralodro juga berpesan kepada adiknya, agar selalu setia
kepada Raja, Negar, dan Tugasnya.
Sebagai
seorang narapraja jangan sampai tersesat kepada: 1. Tahta yaitu orang yang
sangat menginginkan kepada kedudukan, biasanya tidak mengingat kepada nasib
orang lain, karena hanya mementingkan urusan pribadi. 2. Harta yaitu banyak
pejabat yang jatuh karena urusan kekayaan semata, sehingga timbul kecurangan
dan penyelewengan kewenangan karena menginginkan kekayaan sebanyak-banyaknya.
3. Wanita yaitu seorang pejabat sebagai seorang pemimpin tertinggi sekalipun,
akan jatuh kedudukannya hanya karena urusan wanita. Setelah selesai memberikan
nasehat adiknya, maka keduanya berpelukan menangis karena persaan terharu akan
berpisah antara kakak beradik yang tak dapat diperkirakan kapan akan bertemu
kembali. Setelah keduanya berjabat tangan, maka mereka berpisah menuju
tujuannya masing-masing. . Tahta yaitu orang yang sangat menginginkan kepada
kedudukan, biasanya tidak mengingat kepada masing-masing. Ki Prawiralodro
menuju ke barat, sedangkan Ki Singopati berserta laskarnya menuju ke Mataram. Sesampainya
di Mataram Ki Singopati menyampaikan laporan segala sesuatu yang telah
dikerjakan, dan menyerahkan kembali tugasnya kepada Sri Baginda. Upacara
penyerahan selesai maka dia mohon diri pulang ke Andong. Sebagai Tumenggung dia
memimpin rakyatnya dengan arif dan bijaksana. Pada suatu hari Ki Singopati
mengumpulkan masyarakatnya menyampaikan sesutau hal antara lain:
1.
Menceritakan selama
dalam berpergian sampai di Batavia dan perpisahan dengan kakaknya di Kaliwungu.
2.
Setelah sampai
di Mataram dia di beri kedududkan sebagai seorang tumenggung Wongsanegara.
3.
Karena kakaknya
telah pergi jauh dan akan menetap di Indramayu sebagai seorang saudagar, maka
kakaknya tidak akan pulang ke Andong. Sehubungan dengan hal tersebut, maka
persetujuan Ki Singopati dan Nyai Prawiralodro, keduanya sepakat untuk
membentuk rumah tangga yang baru. Nyai Wiralodro menjadi Nyai Singopati, dengan
membawa putra keturunan Ki Wiralodro.
Selama
dalam menjalankan pemerintahannya Ki Wangsanegara, keadaan negaranya mengalami
kemajuan pesat. Masyarakatnya hidup tentram lebih-lebih setelah Nyai
Wangsanegara melahirkan putra, Ki Wangsanegara merasa bahagia dan disampaikan
pula kepada raja Mataram. Putranya di beri nama Wangsanegara Domas. Putra ini
diharapakan oleh ayahnya kelak dapat menggantikan kedudukannya memimpin Andong.
Pada suatu ketika di Mataram mengalami kegoncangan, karena daipati Madura
mbalela menentang Mataram. Diajaknya putra tirinya agar tambah pengalaman.
Sampai di Mataram ank tersebut diperkenalkan kepada Sang Prabu, bahwa anak
tersebut keturunan kakaknya. Oleh sang Prabu tumenggung Wangsanegara di beri
tugas untuk mengatasi gejolak di Madura. Bagi siapa saja yang dapat mengatasi
permasalahan di Madura kan di beri hadiah yang setimpal dengan jasanya. Ki
Wangsanegara menunjuk keponakannya (anak tirinya) agar ikut memasuki sayembara
tersebut.
Dalam
seyemabara di laksanakan di pesisir Surabaya denagn pembesar dan laskar
Mataram. Seorang senopati memerintahkan barangsiapa dapat mengambil perahu yang
ada di pesisir Madura. Ki Wangsanegara memerintahkan anak tirinya agar segera
melaksanakan tugasnya. Dan anak itu langsung terjun ke laut berenang dengan cepat
sekali, sampai yang melihat heran. Perahu yang di ambil tanpa masalah dan
dipergunakan untuk menyeberang dari pesisir Madura ke pesisir Surabaya. Atas
keberhasilannya itu putra Ki Prawiralodro itu diangkat menjadi tumenggung dan
di beri nama Wnagsanegara, agar diam di Andong mengantikan kedudukan pamannya
atau ayah tirinya yang telah berjasa kepada negara.
Dikarenakan
pamannya atau yah tirinya merasa malu, dia tidak pulang ke Andong melaikan
menetap di Surakarta. Putra kandungnya yang bernama Wangsanegara Domas setelah
kedudukannya digantikan oleh kakaknya, dia pindah dan menetap di Banyuurip. Begitulah
cerita Tumenggung Wangsanegara Desa Tumenggungan (Andong) sampai tuirun temurun
sekarang. Cerita ini di petik berdasarkan buku “Babad Banyu urip“ yang menceritakan
perjalanan hidup Pangeran JOYOKUSUMA.
Tulisan yg bagus. Saya asli Indramayu jadi tahu ttg sejarah Raden Wiralodra pendiri Indramayu asal Bagelen.
BalasHapusSek drg moco min wes Arip
BalasHapusSekarang rumah tumenggung masih di tempati kakek saya sebagai keturunan dari tumengung, entah sampai saya sudah ada berapa keturunan, tapi sekarang bangunanya sudah full renofasi, dan ada letak ruangan yg di pindah dan di tambah,
BalasHapusApakah makam Ki Ageng Wunut berlokasi di Desa Tumenggungan Ngombol
BalasHapus