Pada jaman
dahulu, Sultan Agung menyuruh
puteranya Jaka Bahu untuk membuka hutan, Alas Roban. Jaka Bahu melaksanakan tugas tersebut. Karena ada yang mengganggu Jaka Bahu ketika
sedang membabad hutan, ia bertapa untuk mencari sebabnya. Akhirnya ia tahu yang mengganggu adalah lelembut
yang di pimpin oleh Dadungawuk.
Selanjutnya terjadi perang antara Dadungawuk dengan prajurit Jaka
Bahu. Dadungawuk dapat dikalahkan dan
berjanji tidak akan mengganggu Jaka Bahu dan prajuritnya. Lalu pembukaan hutan itu menjadi lancar.
Jaka Bahu melanjutkan pembukaan Alas Roban ke arah
barat hingga sampai di sungai yaitu sungai kramat. Jaka Bahu berpikir untuk membuat bendungan di
sungai untuk mengairi sawah. Air
bendungan itu kadang mengalir kecil, kadang juga deras. Hingga suatu ketika
bendungan itu jebol. Jaka Bahu mencari penyababnya. Ternyata ada tiang perahu besar yang
melintangi bendungan. Prajurit Jaka Bahu tidak ada yang bisa menyingkirkan
tiang itu. Kemudian Jaka Bahu melakukan
semedi di pinggir sungai agar mendapat kekuatan untuk dapat menyingkirkan tiang
perahu tersebut.
Waktu itu malam Jumat Kliwon. Ketika fajar, Jaka
Bahu mendapat kekuatan sesuai yang diharapkan.
Jaka Bahu dapat menyingkirkan perahu itu dan mematahkannya.
Setelah perahu itu patah, aliran air menjadi lancar.
Namun, gangguan datang lagi. Entah apa
sebabnya, bendungan itu jebol lagi. Jaka
Bahu tidak menyerah untuk mencari apa sebabnya.
Jaka Bahu akhirnya mengetahui kalau ada gapura di dalam bendungan. Yang
punya adalah bangsa lelembut yang berwujud ular. Kerajaan lelembut itu dipimpin
oleh Drubiksa. Jaka Bahu tidak terima
bendungan yang dibuatnya dihancurkan. Ia mengamuk di Kerajaan Drubiksa. Prajurit Drubiksa banyak yang mati.
Drubiksa pun tidak terima. Ia lalu menghadapi Jaka Bahu. Jaka Bahu digigit dan dililit oleh Drubiksa.
Dengan kekuatanya, Jaka Bahu dapat lepas dari lilitan Drubiksa.
Jaka Bahu berlari dan bersembunyi di kaputren. Di sana ia bertemu adik Drubiksa yaitu
Drubiksawati. Drubiksawati jatuh hati
pada Jaka Bahu. Tapi karena mengetahui
bahwa Drubiksawati adalah adik Drubiksa, Jaka Bahu memanfaatkanya untuk mencari
kelemahan Drubiksa. Dengan syarat Jaka
Bahu harus menerima cintanya, Drubiksawati akhirnya mau membocorkan rahasia
kekuatan kakaknya. Drubiksawati mencurikan pedang Swedang yang tak lain adalah
sumber kesaktian Drubiksa.
Setelah Jaka Bahu mendapatkan pedang tadi, Jaka Bahu
dan prajuritnya segera mencari Drubiksa.
Ia tidak berniat membunuh Drubiksa. Ia hanya ingin membuat kapok
Drubiksa. Jaka Bahu dan Drubiksa
bertanding. Mengetahui kalau pedang
Swedang ada di tangan Jaka Bahu, Drubiksa berlati ke utara. Jaka Bahu mengejarnya. Kala Drubiksa pun dapat ditangkap. Perang usai dan Drubiksa berjanji tidak akan
mengganggu bangsa manusia lagi. Drubiksa
diberi tempat di Alas Roban bagian utara.
Pada saat Jaka Bahu dan Drubiksa bercakap-cakap,
pedang Swedang tadi diletakkan di tepi sungai yang menikung yang disebut dang, sehingga sekarang tempat itu
dinamakan daerah Klidang. Tidak ada lagi
yang mengganggu Jaka Bahu menyelesaikan bendungan tadi. Jadi, tugas Jaka Bahu menyiapkan daerah untuk
para petani di Alas Roban terselesaikan.
Atas kemenangan Jaka Bahu, warga di sekitar sungai
senang dan membuat syukuran. Syukuran
tadi dinamakan Lomban. Lomban tadi
dijadikan tradisi oleh warga Klidang setahun sekali yang jatuh pada tanggal 1
syawal.
Karena kemenangan Jaka Bahu, Sultan Agung
mengangkatnya menjadi Bupati Kendal.
Tetapi Jaka Bahu masih ditugasi menjemput Putri Retno Rantan Sari yang
dititipkan di desa Kalisasak untuk diboyong ke Mataram. Sesampainya di
Kalisasak, Jaka Bahu tertarik dengan keindahan desa itu.
Segera saja Jaka Bahu menuju ke rumah Pak
Wongso. Di sanalah Retno Rantan Sari
dititipkan. Setelah Jaka Bahu menyampaikan maksudnya, Pak Wongso menyerahkan
Retno Rantan Sari. Jaka Bahu yang diutus
Sultan Agung ternyata menaruh hati pada Retno. Padahal sebelumya Jaka Bahu
sudah mengetahui bahwa Retno akan diperistri Sultan Agung. Tetapi Retno juga jatuh hati pada Jaka
Bahu. Jaka Bahu menemui Ki Ageng
Cempaluk untuk meminta wejangan. Tidak
disengaja di desa Kalibeluk ada gadis yang wajahnya sama dengan Retno Rantan
Sari. Namanya Endang Muranti.
Jaka Bahu kemudian memboyong Endang Muranti ke
Mataram dan menyerahkanya kepada Sultan Agung.
Pada awalnya, Sultan Agung tidak curiga. Sesampainya di istana, Endang
Muranti pingsan melihat keindahan istana. Ketika sadar ia mengaku kalau
sebenarnya ia bukan Retno Rantan Sari. Sultan Agung kecewa. Jaka Bahu
dihukum. Hukuman itu berupa tugas
membuka hutan Gambiran. Endang Muranti
pun dikembalikan ke Sungai Baluk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar