PESAREAN
asal mula dari kata ‘saré’ artinya ‘tidur’. Setelah mendapat awalan ‘pe’ dan
akhiran ‘an’ menjadi ‘pesarèan’, artinya tempat tidur. Tapi di sini, kata
‘pesarèan’ bukan berarti peraduan. Bukan juga bersifat sementara tapi memiliki
arti abadi. Belum lagi jika kata itu diucap dan dipakai oleh kaum bangsawan,
akan mempunyai kedudukan lebih santun sebagai sebuah penghargaan bagi seorang
raja yang sudah wafat. Itulah tempat pemakaman yang dimaksud di sini, dari kata
‘pesarean’.
Pesarean
adalah sebuah desa yang ada di wilayah Kecamatan Talang, Kabupaten Tegal. Di
daerah itu ada sebuah makam induk, didalamnya terbaring jasad Raja Mataram
Amangkurat I. Bagaimana
asal-muasal makam itu ada, dan kenapa Amangkurat I memisahkan diri dari makam
Raja-raja Jawa, memilih dikubur di sana? Inilah kisahnya.
Dari
bilangan tahun, kesumat Trunojoyo pada Mataram begitu menggelegak. Sultan Agung
semasa berkuasa menjadi raja, tidak sedikit raja-raja kecil di Pulau Jawa
ditumpas dan dikuasai. Ketamakan yang senantiasa diumbar Sultan Agung,
menjadikan gumpalan-gumpalan sakit hati Trunojoyo semakin mengerak. Dan memang
agaknya, yang namanya tahta raja selalu membius siapa saja meski berbau anyir
darah.
Amangkurat
I yang kemudian menggantikan kedudukan Sultan Agung sebagai Raja Mataram,
dibikin kocar-kacir dengan pemberontakan Trunojoyo. Dengan kekuatan laskarnya,
kekuasaan Amangkurat I diharu-biru.
“Hancurkan
Mataram! Bunuh Sinuhun Amangkurat. Tumpas!” teriak Trunojoyo dalam medan
kegilaan kekisruhan peperangan.
Bala-bala
laskar Trunojoyo semakin ganas. Daerah-daerah Kerajaan Mataram dikuasai,
menyebabkan Amangkurat I kewalahan menghadapi Trunojoyo. Akhirnya menyingkir ke
Keraton Plered.
Bersama
sanak keluarga dan para pangeran dan adipati, mereka boyongan ke arah barat
menyebrangi sungai Bogowonto melalui hutan dan rawa-rawa. Diikuti Pangeran
Puger keponakannya, Adipati Anom (Amangkurat II), Pangeran Martosono, Pangeran
Singosari dan Raden Topo yang masih kecil. Tibalah mereka di Desa Kawisanya
(Kabupaten Kebumen sekarang).
Di daerah itu, mereka dirampok oleh orang-orang Kawisanya. Namun para perampok dengan mudah dilumpuhkan. Mereka kemudian melanjutkan perjalanan melalui Banyumas untuk bermalam di Desa Ajibarang.
Di daerah itu, mereka dirampok oleh orang-orang Kawisanya. Namun para perampok dengan mudah dilumpuhkan. Mereka kemudian melanjutkan perjalanan melalui Banyumas untuk bermalam di Desa Ajibarang.
Di
Ajibarang, Amangkurat I yang sudah mulai sakit-sakitan memerintahkan kepada
Pangeran Puber agar merebut kembali Kerajaan Mataram dari tangan Trunojoyo.
Titah raja semacam ini, membuat Adipati Anom kemudian mutung dan dia berniat
menunaikan ibadah haji. Tapi dibatalkan mengingat ayahandanya dalam keadaan
sakit-sakitan.
Dengan
berbekal warisan senjata tombak dan sebilah keris dari Amangkurat I,
berangkatlah Puger menuju Mataram. Senjata itu dikenal dengan sebutan Ki Plered
dan Ki Maesonular. Pada saat itu, Puger ditemani Raden Topo. Dia dijanjikan
menjabat sebagai Bupati Pati apabila kelak Trunojoyo gugur.
Peperangan
antara Trunojoyo dan Puber demikian dasyat. Berbilang waktu mereka bertempur
habis-habisan dengan berbagai taktik dan siasat. Sampai kemudian saatnya tiba,
Adipati Anom yang masih penasaran ingin meleyapkan Trunojoyo. Dengan
dipanas-panasi para pangeran dan adipati, dia berpamitan pada ayahanda menuju
tlatah Mataram bersamaan Adipati Martoloyo. Sialnya, ketika sampai di Mataram
mereka tak menjumpai Trunojoyo. Yang mereka dapati, Puger telah menjadi Raja
Mataram. Betapa kecewa dan marahnya Adipati Anom melihat kenyataan itu. Putra
mahkota Amangkurat I yang seharusnya menjadi raja Mataram, gigit jari. Dendam
pun kian memuncak ingin menghabisi Puger.
Dengan tangan hampa, Adipati Anom kembali dan untuk sementara waktu dia bertahta di wilayah Kraton Tegal. Tapi ambisi merebut Kerajaan Mataram dari tangan Puger, tak pernah padam. Dendam kesumat yang dipupuknya terus bergolak.
Dengan tangan hampa, Adipati Anom kembali dan untuk sementara waktu dia bertahta di wilayah Kraton Tegal. Tapi ambisi merebut Kerajaan Mataram dari tangan Puger, tak pernah padam. Dendam kesumat yang dipupuknya terus bergolak.
Amangkurat I yang melihat kekecewaan Adipati
Anom, meminta bantuan kepada Belanda lewat VOC. Tidak heran kalau kemudian
Adipati ini mendapat sebutan Amangkurat Admiral karena seringnya juga bertemu
dengan Angkatan Laut berpangkat Admiral. Peperangan antara Pangeran Puger dan Adipati Anom tak terhidarkan lagi.
Kedua kakak beradik dari tunggal cucu, adu kesaktian. Mereka bertempur karena
ambisinya pada kekuasaan. Adipati Anom yang merasa sebagai putra mahkota
Amangkurat I berhak menduduki tahta raja, sementara Pangeran Puger yang merasa
telah melenyapkan Tronojoyo, juga berhak mengambil alih kedudukan Amangkurat I
sebagai raja di Mataram.
Karena saling
mempertahankan prinsip, keduanya bertempur habis-habisan. Tapi keduanya
sama-sama sakti dan tak satupun terkalahkan. Akhirnya muncullah Perjanjian
Giyanti th 1677 dan Mataram dipecah menjadi dua kerajaan antara Kasultanan Solo
dan Mataram. Sementara itu, di tempat pengasingan Desa
Pasaranom, sakitanya Amangkurat I semakin parah. Hari demi hari sakitnya tak
tersembuhkan, bahkan semakin menghebat. Akhirnya Amangkurat I meninggal dunia.
Sebelum meninggal, dia berpesan agar jenazahnya dimakamkan di Desa Tetegil di
dataran tinggi yang berbau harum.
Wasiat itu
diwujudkan. Amangkurat I dimakamkan di wilayah Tegal Arum. Sekarang, orang
menyebut daerah itu sebagai wilayah pesarean yang dalam perkembangan berikutnya
menjadi sebuah nama desa. Itulah asal muasal lahirnya Desa Pesaren!
pesarean kecamatannya adiwerna, bukan talang!
BalasHapuspesarean adiwerna bukan talang om
BalasHapusAdiwerna udu talang
BalasHapusAdiwena dudu talang goblok
BalasHapusAdiwerna dudu talang tololl
BalasHapus