Senin, 16 September 2013

MITOS MBAH PETRUK ATAU NYAI PETRUK MERAPI

            Mitos itu dipercaya secara turun-temurun. Mitos itu terkait cerita tentang kekecewaan Raja Majapahit, Brawijaya terhadap Kerajaan Demak dalam kisah Sabdo Palono Genggong. Brawijaya saat itu ingin menyepi di Gunung Lawu namun diusir. Brawijaya akhirnya bersemedi di puncak Merapi.
            Saat menyepi di Merapi, Brawijaya bertemu dengan seorang wanita tua yang konon disebut Nyai Petruk atau Mbah Petruk. Mbah Petruk kemudian mengeluarkan sabda jika Ada pemimpin di sekitar Merapi yang tidak benar dirinya akan menagih janji ujar.

Minggu, 15 September 2013

AIR PANCURAN

Dusun Paren Desa Candirejo ada di sisi Kali Progo. Dusun ini punya Sendang Bunder, pancuran kuno tempat dulu orang Hindu membersihkan diri sebelum masuk pura. Pura-nya sudah rata dengan tanah, namun tempat bersucinya terus ada sampai sekarang. Air yang keluar dari sela-sela batu andesit ini punya rasa sedikit manis, dan jika mencuci muka dari pancurannya dipercaya dapat menjadikan awet muda. Belum lama ini pancuran longsor. Akibatnya air dialirkan ke bagian yang lebih rendah sementara pancuran aslinya diperbaiki.

Sabtu, 14 September 2013

TUNDAN OBOR

Tanjung adalah desa di kecamatan Ngombol, Purworejo, Jawa Tengah, Indonesia. Mayoritas mata pencaharian penduduk di desa ini adalah sebagai petani (sawah), dan 100% penduduk memeluk agama Islam. Di desa ini terdapat bendungan (Siwatu) yang membendung kali Jali yang digunakan untuk pengairan sawah pada musim kemarau. Bendungan ini didirikan oleh Belanda pada tahun 1800an. Namun sekarang sudah tidak tampak keasliannya sejak direnovasi pada tahun 2005. Di sungai ini juga terjadi legenda tundan obor. Selain itu juga konon terdapat petilasan Prabu Brawijaya di daerah Siwayut.

Jumat, 13 September 2013

TUK BIMALUKAR

Tuk Bimalukar adalah sebuah mata air yang diyakini sebagai air yang memiliki khasiat awet muda. Menurut cerita, barang siapa yang mandi atau mencuci muka dengan air dari Tuk Bimalukar, maka oirang yang bersangkutan selalu ceria dan awet muda, bahkan semangat hidupnya dapat meningkat.

Kamis, 12 September 2013

MITOS KERA DESA KALIGLAGAH

Menurut salah seorang tetua desa Kaliglagah Mbah Kromorejo, dulu ratusan kera masih sering berkeliaran di sekitar desa. Namun sekarang sudah tak pernah terlihat lagi, meskipun demikian sampai sekarang penduduk masih meyakini kalau kawanan kera itu masih ada sekalipun jumlahnya tinggal puluhan. Menurut mbah Kromorejo, kawanan kera itu mempunyi tabiat aneh layaknya manusia.Sebab suatu ketika ada seorang perempuan yang masuk hutan sendirian dan diperkosa oleh kera namun tidak dibunuh. Kejadian itu tidak hanya sekali terjadi di hutan Kaliglagah. Sehingga sampai kini masih diyakini ada di hutan Ngigir, sehingga perempuan yang masuk hutan harus berhati- hati. Sebenarnya untuk memasuki kawasan pegunungan di perbukitan Kaliglagah bisa menjadi kegiatan wisata lokal yang cukup menyenangkan. 

Rabu, 11 September 2013

LEGENDA SUMPAH “BANYU MENDIRO”

Akhir-akhir ini kita “diramaikan” dengan sumpah yang diucapkan oleh para petinggi Negara untuk meyakinkan bahwa apa yang dituduhkan pada jbs itu tidak betul. Konsekwensi atas akibat yang ditimbulkan oleh sumpah tsb. sepenuhnya menjadi tanggung jawab yang bersangkutan. Sumpah dikeluarkan secara sepihak . Namun apa yang ingin saya kemukakan berikut ini adalah jenis sumpah lain yang nampaknya telah menjadi bagian sebuah legenda sebagai sumpah “Banyu Mendiro”.

LEGENDA KAWAH SIKIDANG

            Kawah Sikidang merupakan kawah yang terpopuler dan terbesar di Dieng, disamping letaknya yang mudah dijangkau fasilitas yang ada cukup lengkap, Seperti Mushola, WC, Area Parkir dan Pusat Perbelanjaan. Hingga kini Kawah Sikidang menjadi obyek wisata primadona dikalangan wisatawan.
            Nama Kawah Sikidang diambil dari kidang dalam bahasa Indonesia = Kijang. Binatang ini memiliki karakteristik suka melompat lompat, Seperti halnya Uap air dan lava berwarna kelabu yang terdapat di kawah sikidang selalu bergolak dan munculnya berpindah-pindah bahkan melompat seperti seekor kidang / kijang.

Selasa, 10 September 2013

LEGENDA CANDI DIENG

            Alkisah, sebuah pengembaraan Candra Gupta Sandipala beserta Brahmana dan pengikut-pengikutnya di Wilayah Banjarnegara. Sampailah mereka di sebuah lereng yang bernama Dieng. Mereka disambut baik oleh Akuwu/Tetua dan masyarakat setempat. Hubungan baikpun terjalin semakin erat karena persamaan visi dan misi dalam penyebaran agama Hindu. Eratnya hubungan ini ditandai oleh pernikahan Candra Gupta Sandipala dengan Maha Tantri Nurisia, putri dari Akuwu/Tetua Lereng Dieng
Kerjasana dan kebersamaan menguatkan perkembangan sosial ekonomi, politik, dan budaya pada waktu itu, hingga tercetuslah satu ide untuk mewujudkan satu tempat sebagai sarana peribadatan agama Hindu yaitu Candi. Setelah merencanakan tanpa melupakan tiga unsur penting seperti air, api, dan udara, mereka lalu mulai menebang hutan/babat alas. Berbagai rintangan dihadapi. Gangguan makhluk jin maupun gangguan fisik yang lain silih berganti. Hingga pada akhirnya berdirilah Candi Dieng nan megah, perkasa, elok nan indah bak nirwana.

Senin, 09 September 2013

CANDI BIMA

Candi Bima terletak di sebelah selatan candi Gatutkaca kurang lebih satu kilometer, dahulu diperkirakan terdapat beberapa candi namun karena proses alam, hanya candi Bima yang mampu bertahan, mempunyai tipe berbeda dengan candi-candi lain di Dieng dan diperkirakan dibangun setelah candi Srikandi. Candi Bima menghadap ke timur dengan denah candi berbentuk palang, yang menarik dari candi ini adalah pada bagian atapnya yang sangat mirip bentuk shikara dan berbentuk seperti mangkuk yang ditangkupkan, selain itu pada bidang-bidang tingkatnya dihiasi dengan relung-relung yang melengkung dengan kepala tokoh dewa di dalamnya atau kudu.

Minggu, 08 September 2013

CANDI GATOTKACA

Candi ini terletak di sebelah barat kelompok Candi Arjuna di kaki bukit Pangonan menghadap ke barat, dahulu kala di lokasi ini terdapat enam bangunan candi yaitu candi Gatutkaca, candi Sentyaki, candi Antareja, candi Nakula - Sadewa dan candi Nalagareng, karena proses alam hanya candi Gatutkaca yang mampu bertahan hingga saat ini. Melihat dari segi arsitekturnya candi Gatutkaca dibangun setelah candi Srikandi, hal ini diketahui dari cara penempatan tangga kaki, jumlah relung, denah bangunan dan denah atap tingkatnya. Candi Gatutkaca memiliki kala makara yang khas yaitu berupa wajah raksasa yang menyeringai tanpa rahang bawah.